Latest Post
Showing posts with label Sosiologi. Show all posts
Showing posts with label Sosiologi. Show all posts

Monday, 6 July 2015

Fakta Lain dari Hari Valentine

Bendera apakah yang ada dalam Foto???

Itu adalah bendera pasukan Islam di Andalusia (Spanyol). Pada tanggal 14 Februari 1492 yang silam, kaum Muslimin mengalami kekalahan dari kaum salibis, dan mereka (kaum salibis) mendapatkan bendera itu sebagai ghonimah (rampasan perang).

Bahkan pada saat itu, seorang pendeta yg bernama Pedro St. Valentino mengumumkan bahwa hari tersebut adalah sebagai hari 'kasih sayang' karena mereka telah mengalahkan ISLAM yg mereka anggap sebagai agama yg DZOLIM. Sehingga tumbangnya Kerajaan Islam di Spanyol tersebut, dirayakan oleh mereka sebagai Hari Valentine.

Dan mereka masih terus mengenangnya sampai hari ini…
Dalam foto terlihat prajurit-prajurit dan perwira-perwira militer Spanyol berjalan kaki di jalan-jalan sambil mengangkat bendera kaum Muslimin untuk mengenang hari pertempuran.
Jika kita kaum Muslimin telah melupakannya… maka orang-orang Spanyol justru selalu mengenangnya.

Sungguh ironis! mereka merayakan kekalahan kita, sedangkan kita justru merayakan kemenangan mereka. Jadi mohon maaf, terlihatlah betapa DUNGU dan BODOH-nya jika ada diantara kita (kaum Muslimin) yang 'ikut-ikutan' merayakan hari valentine tersebut. Na'udzubillah wal 'iyadzubillah...

#JustShare

Friday, 27 March 2015

Jackie Chan Masuk Islam : Jackie Chan Converted to Islam ???

"Kini saya menjadi Juru Bicara Muslim Uighur," Kata Chan.
Ucapan itu ditujukan Chan pada Ban Ki Moon selaku Sekjen PBB.
Dari berbagai sumber mengatakan Jackie Chan masuk islam disaat berada di Filipina. Namun pembaiatannya sendiri sebagai MUSLIM terjadi di Malaysia, bersamaan dengan pemberian gelar datuk pada Chan oleh kerajaan Malaysia.

Tidak ada yang tau pasti kecuali kita melihat sendiri dengan mata kepala sendiri atau bahkan informasi yang dapat dipercayai. Namun melihat dari berbagai sumber mengatakan memang benar adanya Aktor laga Hongkong kelahiran 7 April 1954 ini yang sekarang sudah beranjak di usianya yang ke - 60 mungkin saja Allah telah memberikan sutu nikmat nya Islam ke beliau. Diturunkannya suatu hidayah yang membuat beliau yakin untuk mengecap indahnya Islam.


Gallery FOTO saat Jackie Chan YANG KATANYA masuk islam dari berbagai sumber :



Jackie Chan juga dikabarkan banyak bicara soal saudara Muslim Uighur dan komunitas Muslim Hui-Hui di Provinsi Xinjiang

*Dari berbagai sumber

Wednesday, 25 March 2015

Definisi sosiologi Menurut Para Ahli

Definisi sosiologi menurut para ahl/ beberapa ahli :
  1. Pitirim Sorokin: sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
  2. Roucek dan Warren: sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
  3. William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf : sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
  4. J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers: sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
  5. Max Weber: Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
  6. Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi: Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
  7. Paul B. Horton: sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.
  8. Soejono Soekanto: sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.
  9. William Kornblum: sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
  10. Allan Jhonson: sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut memengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya memengaruhi sistem tersebut.

Tuesday, 10 March 2015

PSDM : Perilaku Peranan untuk Strategi Kompetitif/Inovatif #HomeWork


Non-Kompetitif
Highly repetitive, predictable behavior
Very short-term focus
Highly interdependent
Very low concern for quality
Very low concern for quantity
Very low risk raking
Very high concern for process
High preference to avoid responsibility
Very inflexible to change
Very comfortable with stability
Narrow skill application
Low job involvement

Kompetitif
Highly creative, innovative behavior
Very long-term focus
Highly independent
Very high concern for quality
Very high concern for quantity
Very high risk raking
Very high concern for result
High preference to assume responsibility
Very flexible to change
Very comfortable with ambiguity and unpredictability
Broad skill application
High job involvement

Sosiologi Agama : Teori-teori Agama

E.B Taylor ( Lahir: London, 1832)
1. Aspek – aspek Kebudayaan Manusia
E.B Taylor merupakan salah satu teoritikus yang mengetengahkan trend baru dalam penelitiannya, ia lebih menekankan pada “etnografi” dan “etnologi”, yakni menulis serta melihat keadaan masyarakat secara langsung untuk mengetahui segala kompleksitas yang ada di dalamnya. Salah satu karya terbesar Taylor ada pada bukunya yang berjudul Primitive Culture yang di publikasikan kepada masyarakat Inggris Victorian di saat kaum agamawan mengalami tantangan-tantangan yang merusak keyakinan mereka. Dalam buku tersebut Taylor mengemukakan secara eksplisit keberadaan agama, serta budaya masyarakat primitive yang selalu menggelitik keingintahuannya. Terlepas dari pandangannya tentang agama, alangkah baiknya menyimak asumsinya terkait dengan kebudayaan manusia yang memiliki keutuhan serta integritas yang kuat. Dalam “etnologinya” ia berpendapat bahwa semua bentuk masyarakat dan kebudayaan yang terorganisir harus dilihat sebagai satu keseluruhan – sebagai suatu system yang kompleks membentuk pengetahuan dan keyakinan, seni dan moral, perkakas dan teknologi, bahasa, hukum, adat istiadat, legenda, mitos dan seluruh komponen lainnya yang membentuk kesatuan yang utuh. Lebih jauh lagi etnologi mencoba menjadi kunci wasiat untuk membuka dan menemukan pola-pola hukum pasti dari kebudayaan manusia, sebagaimana kepastian yang terdapat dalam hukum-hukum gerak ombak, pertumbuhan tanaman dan binatang.
Taylor meyakini apabila usaha ilmu ini dilakukan secara tepat, dan jika setiap periode peradaban manusia diamati secara seksama, maka dua hukum besar tentang budaya akan muncul kepermukaan yaitu: (1) Prinsip kesatuan dan keseragaman fisik seluruh ras manusia, dan (2) pola evolusi intelektual dan perkembangannya sesuai dengan waktu tertentu. Dengan asumsi keseragaman fisik manusia, Taylor mengemukakan bahwa apapun yang dilakukan dan dikatakan manusia pada waktu dan tempat yang berbeda di seluruh dunia dapat dikatakan mirip satu sama yang lainnya. Dengan kata lain, kemiripan-kemiripan itu bukanlah sesuatu yang kebetulan, tapi memperlihatkan keseragaman fundamental pemikiran manusia. Seterusnya Taylor dan pengikutnya membuka kesepakatan bahwa semua manusia memiliki esensi yang sama, khususnya kapasitas mental mereka. Kebiasaan-kebiasaan yang sering ditemukan dalam penelitiannya ialah kebiasaan manusia yang melantunkan doa untuk roh atau setan, ini dijadikan sebagai kebiasaan yang serius dan kebudayaan yang paling kekal, padahal semua fenomena sejarah tersebut hanyalah takhayul belaka yang nantinya akan berevolusi seiring dengan kemajuan intelektual. Menurut Taylor, jika prinsip evolusi memperlihatkan bagaimana proses kelangsungan hidup masyarakat tersebut, maka prinsip ini akan menjadi jodoh dan prinsip keseragaman yang memungkinkan kita memahami dan menjelaskannya. Seterusnya, hubungan antara basis – rasional pemikiran dengan evolusi social dapat dilihat dalam setiap aspek kebudayaan manusia, asal kita mau meluangkan waktu untuk memahami secara dekat.

2. Asal – usul Agama
Uraian Taylor tentang mitos-mitos sangat penting karena hal itu merupakan benang merah yang membentangkan jalan yang harus ditempuh dalam menyelidiki asal usul agama. Bagi Taylor Agama merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang spiritual, definisi ini dapat diterima dan memiliki kelebihan sendiri, karena sederhana, eksplisit, dan memiliki cakupan yang luas. Walaupun kita dapat menemukan kemiripan-kemiripan lain dalam setiap agama, namun salah satu karakteristik yang dimiliki setiap agama adalah keyakinan terhadap roh-roh yang berpikir, berprilaku dan berperasaan seperti manusia. Esensi setiap agama,, seperti halnya mitologi adalah animisme (berasal dari bahasa latin anima yang berarti roh). Animisme adalah bentuk pemikiran manusia yang paling tua, yang dapat ditemukan dalam setiap sejarah manusia. Namun, menurut Taylor kepercayaan seperti ini tidak bisa diterima, karena hal tersebut hanyalah bersifat pribadi dan tidak bisa dibuktikan secara alamiah. Menurutnya penalaran masyarakat primitif yang mengadopsi kepercayaan ini masih infantilitas (kanak-kanak) kemudian menemukan bentuk kepercayaan religiusnya yang pertama. Seperti mitos-mitos mereka, pengajaran agama muncul dari usaha yang rasional untuk menjelaskan cara kerja alam. Dan dari perspektif ini semua sudah jelas, bahwa sebagai mana roh menggerakkan seorang manusia, maka spirit pun telah menggerakkan alam semesta.

Taylor beragumen bahwa arti penting teori animistik ini ketika menjelaskan masyarakat primitif akan terlihat dari varian-varian kepercayaan dan adat istiadat purba yang bisa dijelaskannya. Dalam terminologi animistik, semua ajaran ini bisa dipahami sebagai proses berlanjutnya kehidupan jiwa sesudah kematian. Namun, setelah melakukan penelitian lebih lanjut Taylor berpesan, kepercayaan anismitik ini nanti akan megalami stagnasi, karena bagaimanapun juga teori-teori tentang animistik akan disingkirkan dalam kehidupan sehari-hari oleh perkembangan intelektual. Karena animism hanyalah usaha masyarakat kuno untuk memahami dan merespon misteri dan peristiwa yang luar biasa memiliki kesamaan dengan sains pada zaman sekarang. Dia menambahkan walaupun agama sama kunonya dengan sains, namun agama lebih primitif dan kemampuannya memberikan penjelasan kalah jauh dibandingkan sains. Bagi Taylor, kepercayaan terhadap kekuatan spiritual meprensentasikan satu tahapan alami dalam evolusi pemikiran manusia, namun bukanlah tahapan akhir, karena masih ada tahapan lain yang lebih rasional dalam merespon alam, yaitu program dan metode ilmu-ilmu empiris yang mulai muncul saat ini.
Frazer (Lahir:Skotlandia, 1854)
1. Magis dan Agama
Frazer dan Taylor memiliki pernyataan yang mirip ketika mengungkap keberadaan agama. Taylor berangkat dari kepercayaan animisme, sedangkan Frazer lebih mengetengahkan teorinya tentang suatu yang magis. Menurutnya jika ingin melihat tindak-tanduk keberadaan agama mesti mencari dan mengumpulkan cerita rakyat, legenda, dan kebiasaan kebiasaan masyarakat primitif, dimana saja yang kita tahu, untuk melihat ada apa di dalamnya bisa dilihat dari pola-pola tradisi lama yang bisa dicocokkan dengan legenda romawi tentang keberadaan dewa-dewa. Dalam konteks ini, Frazer mirip dengan Taylor, yakni system pertama adalah magis yang kedua adalah agama. Pemahaman tentang magis dan agama serta hubungan yang terjadi antar keduanya merupakan kunci wasiat masuk ke dalam pemikiran masyarakat primitif. Menurut Frazer, dalam menanggapi kedua masalah penting menyangkut masyarakat primitif ini, kita harus memperhatikan fakta yang paling mendasar dari kehidupan manusia dulu kala, entah yang hidup di hutan Diana atau tempat lainnya, yang sama bertumpu pada perjuangan untuk tetap hidup. Lebih jauh dari pandangan Taylor tentang magis, Frazer menemukan suatu yang lebih sistematis, bahkan lebih ilmiah. Dia menunjukkan bahwa hubungan inti yang diciptakan oleh simpati tukang sihir, didasarkan pada dua tipe, pertama , imitatif, yaitu magis yang menghubungkan dua hal berdasarkan prinsip kesamaan, satu banding satu. Kedua, penularan/penyebaran yaitu magis yang menghubungkan dua hal berdasarkan prinsip keterikatan. Misal, seorang petani Rusia mengalirkan air pada satu sekat air di musim kemarau sambil membayangkan tetesan air pada sekat tersebut persis dengan tetesan hujan. Maka tetesan seperti itu akan memaksa hujan turun dari langit. Dalam contoh itu terlihat bagaimana mudahnya orang primitive di mana pun beranggapan bahwa prinsip-prinsip kerja alam selalu tetap, universal dan tidak bisa dilanggar, prinsi-prinsip ini menurut masyarakat primitif sama pastinya dengan cara kerja hukum ilmiah modern tentang sebab-akibat.
Jadi magis menurut Frazer, dibangun berdasarkan asumsi bahwa ketika satu ritual atau perbuatan dilakukan secara cepat, maka akibat yang akan dimunculkannya juga pasti juga terwujud seperti yang diharapkan. Frazer menekankan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan magis akan memiliki kekuatan sosial yang lebih intens. Menurutnya, kekuatan yang diberikan oleh magis kepada manusia dalam masyarakat primitif tidak bisa mengelabui pengelihatan kita, karena magis berhadapan dengan persoalan yang lebih mendasar lagi. Magis tidak akan bisa bergerak, karena seluruh kemampuan magis tukang sihir yang hebat hanyalah kebohongan belaka, yang nantinya kemagisan ini akan mengalami kemunduran, dan agama akan dating untuk menggantikan posisinya. Dalam agama tegas Frazer, mengklaim bahwa kekuatan nyata di balik alam semesta bukanlah prinsip, tapi kekuatan itu berbentuk pribadi – sesuatu yang supernatural dan itu disebut dengan nama tuhan. Baginya, kepercayaan terhadap supernatural dan usaha-usaha manusia untuk memperoleh pertolongannya dengan cara berdoa atau melakukan ritual lain, telah membebaskan pikiran manusia dari belenggu keyakinan magis dan membawanya pada keyakinan keagamaan. Jadi, agama sebenarnya memperbaiki magis yang mencirikan kemajuan intelektual manusia, karena penjelasan yang diberikan agama tentang dunia seperti yang kita alami lebih baik ketimbang yang diberikan magis. Kita harus menyadari bahwa magis menganggap hukum-hukum alam bersifat impersonal, baku dan universal – seandainya ritual minta hujan dilakukan dengan benar, maka hujan pasti akan turun. Oleh sebab itu, lanjut Frazer, magis telah digantikan oleh agama, maka era kepercayaan terhadap satu atau banyak tuhan pada zaman ini harus digantikan oleh era selanjutnya, yakni era pemikiran manusia, era ilmu pengetahuan yang dimiliki sekarang.
FREUD DAN AGAMA (lahir, Austria :1856)
 
“RELIGION WILL BE HUMAN NERVE DISEASE AT THE WORLD AND ONLY REFLECTION OEDIPUS KOMPLEKS CHILDHOOD PEACE” 
Freud adalah salah satu teoritikus yang mempunyai asumsi radikal terhadap agama. Di samping membahas tentang alam bawah sadar dan peristiwa raja Oedipal, Freud juga membahas subtansi agama dengan melihat pandangan-pandangannya yang dijabarkan melalui konsep Totem dan Tabo. Pandangan itu dikooperatifkan sedemikan rupa melalui pengalamannya menghadapi pasien neurotis, serta cerita gangguan mental pada masa kanak-kanak. Sebelum Freud membahas tentang agama, mesti dipahami terlebih dahulu bahwasannya jika ingin mencari cikal bakal keberadaan agama mesti menengok pada zaman pra- sejarah dan manusia-manusia generasi pertama setelah sejarah, sebagai moyang yang pertama. Berdasarkan premis-premis tersebut Freud kemudian beralih pada dua prilaku masyarakat primitif yang selalu menggelitik rasa ingin tahu masyarakat modern, karena keanehannya menggunakan binatang ‘Totem” dan adat “Tabu”.
Dalam kebiasaan Totem dan Tabu masyarakat primitif selalu mengasosiasikan diri mereka dengan binatang atau tumbuhan tertentu, yang diklaim sebagai objek sacral. Sedangkan kebiasaan kedua, seorang dalam komunitas suku akan dikatakan tabo, yaitu menyatakan sesuatu yang bersifat larangan. Tabu yang paling lama dipegang oleh masyarakat primitif adalah larangan tentang perkawinan sedarah. Sehingga orang harus melakukan perkawinan dengan suku klan lain, hal itu dikenal dengan sistem exsogamus. Selanjutnya adalah peristiwa Totemisme. Peristiwa ini menggambarkan eksistensi masyarakat primitif yang mereduksionis momen dalam eksploitasi binatang. Asumsinya bahwa tidak diperbolehkan berburu dan memakan binatang Totem kecuali pada saat upacara tertentu. Apabila peraturan ini dilanggar, maka memakannya juga merupakan sebuah Tabu. Kedua peristiwa ini menurut Freud merupakan alasan-alasan yang kurang mendasar, kecuali karena memang ingin melakukan perbuatan yang dilarang itu. Buktinya ini merupakan kesalahan immanent yang dilakukan oleh masyarakat primitif. Namun, mengapa kegiatan rasional seperti ini masih saja dilakukan oleh manusia? Untuk menjawab pertanyaan ini Freud menggunakan konsep alam bawah sadarnya. Ia mengklaim bahwa pengalamannya dengan pasien neurotis memperlihatkan kepribadian manusia, baik yang normal maupun yang terganggu sama-sama ditandai oleh ambivalensi antara hasrat-hasrat yang lebih kuat. Contohnya saja orang yang mempunyai gangguan saraf pasti akan merasakan kesedihan yang mendalam terhadap pengalaman-pengalamannya, kehilangan orang yang dicintainya baik itu ayah, ibu, yang telah meninggal. Namun, berdasarkan pengalaman bawah sadar seperti yang dikemukanan Freud kita sering mendapati bahwa kesedihan tersebut bukan karena cinta melainkan sebuah refleksi emosi, dan rasa bersalah dalam dirinya, itu disebabkan oleh rasa emosi yang ada dalam dirinya. Karena pengaruh rasa bersalahnya maka masyarakat primitif akan melakukan ritual-ritual tertentu untuk mengungkapkan rasa bersalah kepada sang ayah. Peristiwa ini ditemukan dalam bentuk Oedipus Kompleks yang lebih mengacu pada hasrat seksual anak, pada akhirnya akan menimbulkan rasa cemburu kepada sang ayah. Pembunuhan sang ayah inilah dapat memberikan penyadaran bagi anak untuk melakukan pengorbanan yang menggunakan binatang Totem, katanya bisa digunakan sebagai simbol kematian pertama sang ayah. Kematian tersebut diklaim sebagai Tuhan dalam komunitas suku primitif.

Freud kembali menegaskan bahwa peristiwa Tabu dan Totemisme dalam bentuk Oedipus Kompleks, merupakan identifikasi pikiran sadar para klan yang mengganggap binatang Totem yang telah mati sebagai ayah mereka yang sudah mati dan dijadikan tuhan. Mereka mengaku anak mendiang ayah yang melakukan ritual pemujaan sebagai refleksi dari rasa bersalahnya. Tapi, cermat Freud jauh dari pikiran alam bawah sadar mereka melawan perasaan yang berlawanan, karena ritual seperti itu memberikan proyeksi tentang distorsi yang terdahulu yaitu pembunuhan dan kanibalisme. Semua kristalisasi tersebut dianggap menghilangkan rasa frustasi dan kebencian yang muncul atas penolakan hasrat Oedipal mereka.

Menjelang beberapa dekade Freud semakin menyadari panjangnya proses evolusi dari konsep Totem sampai kepada lahirnya agama dan kepercayaan terhadap Tuhan. Dari keberadaan binatang Totem yang dikatakan sebagai lambang kematian pertama sang ayah dalam Oedipus Kompleks, sampai konsep Tabu dalam budaya klan akan mengalami proses reduksionis. Semua itu akan berevolusi menjadi sebuah ritual dan persembahan kurban. Posisi binatang Totem akan digantikan oleh pihak yang lain, pertama oleh manusia yang menjadi roh manusia yang dituhankan, kemudian menjadi dewa-dewa dalam politheisme, kemudian menjadi refleksi keberadaan bapa Tuhan dalam agama Kristen. Walaupun ini hanya segelintir details ketuhanan, namun ini merupakan suatu jalan yang kontinu untuk bisa menguak keberadaan agama yang mempunyai hubungan dengan upacara-upacara dalam masyarakat pra-sejarah.

Pandangan Sigmund Freud sangatlah berbeda dengan Frazer. Freud lebih memarginalisasikan pandangannya terhadap emosi-emosi manusia, tak seperti Frazer yang lebih menitik berat pada kemajuan intelektual yang beranjak dari konsep magisnya. Freud berpendapat kalau kita ingin mengetahui tentang agama secara subtansial, tidak perlu melihat lebih jauh. Yang terpenting di sisni lebih fokus pada kongkretisasi kejadian suram klan dan ketegangan psikologis yang mendalam. Dalam artian agama itu serta merta muncul karena gangguan mental yang dialami oleh manusia. Secara lebih eksplisit Freud meradikalisasikan pandangannya bahwa agama tidak lebih dari penyakti “neurotis” masyarakat dunia. Terlepas dari pandangan tersebut Freud kini ingin mengkaji lebih dalam tentang keberadaan agama, melalui pandangannya tentang Oedipus Kompleks. Emosi-emosi manusia itu karena disebabkan oleh hasrat seksualnya, kecemburuan terhadap sang ayah yang mengakibatkan kematian pertamanya, itu dianggap sebagai awal merujuknya kata “Tuhan”. Setelah kejadian tersebut terjadi particular “penebusan dosa” yang dilakukan oleh sang anak, dengan dalih mengabulkan segala permintaan sang ayah dan berjanji akan selalu mengendalikan hasrat seksual mereka.

Kejadian-kejadian yang dialami masyarakat primitif tersebut memberikan kontribusi penuh terhadap keberadaan agama. Begitu juga agama yang memberikan sumbangan terhadap peradaban melalui Totem yang setidaknya memberikan penyadaran terhadap masyarakat primitif, untuk tidak dengan sembarangnya melakukan pembunuhan pada binatang Totem tersebut. Selanjutnya Freud berpendapat bahwa suara agama setidaknya memberikan pemikiran kebelakang yang mengingatkan manusia pada kejadian masa kanak-kanak. Dengan mengikuti pengalaman masa kanak-kanak agama memberikan proyeksi dunia eksternal tentang Tuhan. Menurutnya, kata yang paling cocok untuk memproyeksikan agama hanyalah dengan konsep ilusi dan delusi. Ilusi merupakan angan-angan yang dapat dicapai kelak, dengan menggunakan usaha-usaha tertentu. Berbeda dengan delusi yang merupakan suatu hayalan akan kenyataan namun tidak mungkin akan terjadi. Jadi, kepercayaan terhadap Tuhan bukanlah merupakan sebuah delusi, walaupun dia memandang pembicaraan tentang benar tidaknya doktrin agama, itu tidak termasuk cakupan penyelidikan Freud pada saat itu. Ia berasumsi karena kita sama-sama tahu bahwa agama adalah ilusi.

Oleh sebab itu doktrin agama bukanlah sebuah “wahyu” dari Tuhan, dan juga bukan konklusi yang didapatkan dari pengkajian ilmiah. Sebaliknya, ajaran agama merupakan sebuah pemikiran-pemikiran yang khas: sebuah upaya menginginkan suatu menjadi kenyataan. Ajaran agama dalama bahasa Freud adalah upaya pemenuhan “hasrat” terutama seksual yang paling kuat dan paling penting. Secara lebih eksplisit Freud mengemukakan agama dalam bahasa Oedipus Kompleks yaitu:
Agama merupakan obsesi gangguan mental manusia secara universal, sama seperti gangguan mental yang terjadi pada masa kanak-kanak. Agama muncul karena Oedipus kompleks, karena masalah yang terjadi pada ayah mereka. Jika anggapan ini memang benar maka diperkirakan bahwa meninggalnya agama niscaya akan membawa akibat fatal bagi pertumbuhan, dan kita mendapati diri kita dalam keadaan yang sangat kritis di tengah-tengah fase pertumbuhan.

Kalimat Freud menunjukkan bahwa agama adalah suatu pandangan pengalaman kanak-kanak yang belum sepenuhnya mengalami masa transisi menjadi manusia dewasa, semua indicator itu dipengaruhi oleh gangguan mental yang mengklaim dapat memberikan ketenangan atas peristiwa besar yang telah terjadi. Gangguan mental tersebut sangat bervariatif, bisa saja dipengaruhi oleh rasa emosi yang mengundang rasa bersalah seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya. Semua itu tidak lebih dari penyakit neurotis yang sudah di analisa oleh Freud, begitu juga tentang keberadaan agama yang tidak lebih dari sebuah gangguan variasi mental manusia. Semua kejadian yang dijabarkan sebelumnya diproyeksikan melalui konsep Totemisme binatang yang dijadikan pengganti kematian ayah dalam lukisan Oedipus Kompleks, serta adat Tabu yang menguak “larangan” tentang adanya suatu pernikahan maupun reduksi penggunaan persembahan kurban. Freud mengklaim bahwa agama juga memberikan sedikit kontribusi terhadap klan primitif melalui larangan akan terjadinya pembunuhan untuk kedua kalinya, yang berakhir pada tingkat kesadaran manusia akan kesalahan pada masa kanak-kanak. Sehingga kita bisa beragumen lanjut Freud, mungkin sudah tiba waktunya mengganti refresi agama dengan hasil yang dicapai oleh rasio dan intelektual seperti yang sudah telah mulai dianalisa psikologis. Pendeknya, karena peradaban manusia sudah mencapai fase dewasanya. Maka, sudah saatnya mengganti dan menyingkirkan kata “agama” dalam bentuk pemikiran yang khas tentang kedewasaan. Karena masyarakat yang “dewasa” hanya sudi dibimbing oleh rasio dan ilmu pengetahuan bukan pemikiran takhayul seperti yang ada pada zaman pra-sejarah masyarakat primitif. “Tuhan” tempat tempat manusia melantunkan alunan doa hanyalah merupakan khayalan semu dalam diri ke dunia eksternal, karena ingin menghilangkan gangguan neurotis atas rasa bersalah dan takut karena pengalaman-pengalaman suram. Hhhhmmmmm!!!!!!
Emile Durkheim(Epinal, 1858)
 
Agama dan Fakta Sosial
Selanjutnya akan dibahas bagaimana Durkheim mendesripsikan agama dari pandangannya tentang fakta sosial. Ia mengutamakan arti penting masyarakat – struktur, interaksi dan institusi sosial – dalam memahami pikiran dan prilaku manusia. Durkheim mengklaim, tanpa adanya masyarakat yang melahirkan dan membentuk semua itu, maka tak satupun muncul dalam kehidupan kita. Fakta sosial lebih jauh fundamental tinimbang fakta individu, bahwa fakta sosial sama nyatanya dengan fakta fisik, dan individu sering disalah pahami ketika pengaruh masyarakat yang begitu kuat terhadapnya dikesampingkan atau tidak diperhatikan dan diteliti. Bagaimanapun juga, menurut Durkheim, manusia bukan hanya individu an sich, tetapi selalu dimiliki oleh sesuatu yang lain, orang tua, sanak saudara, kota, suku, partai politik, tradisi etnis atau kelompok-kelompok lainnya. Dalam pandangannya adalah sia-sia belaka apabila kita menganggap mampu memahami apa sebenarnya individu itu, jika hanya dengan mempertimbangkan insting biologis, psikologi individu, atau kepentingan pribadi yang terisolasi. Kita harus menjelaskan individu melalui masyarakat dan menjelaskan masyarakat dalam hubungan sosial.
Durkheim menilai tentang sifat alami dari suatu komponen masyarakat, ia menjelaskan bahwa kehidupan sosial telah membentuk corak-corak yang paling mendasar dalam kebudayaan manusia. Ia menyatakan bahwa masyarakat tercipta pertama kali dari dua individu yang sepakat untuk bekerja sama, hal ini dinamakan kontrak sosial. Ada salah satu contoh kontrak social dalam masyarakat purba yakni, masyarakat purba selalu terikat dengan sumpah-sumpah sacral keagamaan yang memperlihatkan bahwa setiap kesepakatan yang terbentuk antara mereka buka hanya ikatan antara dua belah pihak, tetapi melibatkan campur tangan dewa di dalamnya, sebab yang akan merasakan akibat dari kesepakatan tersebut adalah seluruh anggota masyarakat. Lanjut Durkheim, fakta sejarah mamperlihatkan sebaliknya. Sistem kepemilikan yang pertama kali muncul bukanlah bersifat pribadi, melainkan komunal dan berlandaskan sesuatu yang sacral, bahwa masyarakat menganggap semua kepemilikan itu tidak dikuasai oleh para pendeta, atau orang secara pribadi melainkan suku secara keseluruhan. Di lain pihak bagi masyarakat modern, “solidaritas mekanik” mengalami perubahan bentuk, karena dalam masyarakat modern terdapat pembagian kerja, lain orang lain pula pekerjaanya. Menurut Durkheim, masyarakat purba juga memiliki “kesadaran kolektif” yang kuat dan luas; di dalam kesadaran ini terdapat suatu kata sepakat tentang ketentuan yang benar dan salah dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Sebaliknya, dalam masyarakat modern, yang menentukannya adalah moralitas-individualisme.mereka tetap membutuhkan sebuah landasan, basis moral bagi seluruh masyarakat, namun karena kebebasan dan perbedaan individu lebih diutamakan, maka cakupan “kesadaran kolektif” lebih kecil disbanding masyarakat purba.
Kenyataan terakhir ini sangat penting, karena Durkheim meyakini bahwa moralitas yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dan menjadi patokan bagi seluruh anggota kelompok tidak bisa dipisahkan dari agama. Kita tidak akan bisa memahami keduanya tanpa memperhatikan konteks social, sehingga setiap kali konteks tersebut berubah, maka agama dan moralitas pun akan berubah. Dalam konteks agama menurut Durkheim, agama adalah suatu system kepercayaan dengan prilaku-prilaku yang utuh dan selalu dikaitkan dengan yang sacral, yaitu sesuatu yang terpisah dan terlarang. Agama merupakan suatu yang bersifat social, kata kuncinya adalah “komunitas dan “tempat suci”. Agama hanyalah pemersatu nilai-nilai kolektif masyarakat, bagitu juga sebaliknya agama terbangun atas fakta-fakta sosial. Keduanya saling berkaitan, dan merupakan sesuatu yang utuh.

Sunday, 8 March 2015

Tindakan Sosial : Max Weber

Tindakan sosial merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok yang saling kait mengkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Terjadinya komunikasi dua arah dan saling menyebabkan suatu sebab dan akibat.

Tindakan sosial menurut max weber ada empat tindakan. Yaitu :
  • Tindakan Instrumental
Tindakan afektif ialah suatu bentuk tindakan yang ditandai dengan adanya suatu bentuk materil sebagai salah satu tolak ukur suatu tindakan yang terjadi.Contohnya : Orang yang berlomba dalam suatu event dalam hala karya cipta. Lomba robotik misalnya. Suatu tindakan yang ada bentuk materilnya.
  • Tindakan Religi
Tindakan religi ialah suatu tindakan yang yang ditandai dengan adanya suatu bentuk tindakan yang didasari dari nilai-nilai yang bersift sakral (Ketuhanan). Contohnya : Orang yang melakukan ibadah. Tindakan yang dilakukan karena seruan dari nilai ketuhanan.
  • Tindakan Tradisional
Tindakan tradisional ialah suatu bentuk tindakan yang ditandai dengan adanya suatu bentuk tindakan didasari dari suatu hal yang bersifat irasional. Dan ladzimnya sering kita jumpai pada masyarakat pedesaan. Sutu tindakan yang berdasarkan adat-istiadat dalam suatu daerah. Contohnya : Masyarakat yang melakukan syukuran pada akhir tahun panen (pertanian) dalam sebuah desa. Ditambah dengan alat sistem korelasi diantaranya dengan hal-hal yang berbau misitik.

  • Tindakan Afektif
Tindakan afektif ialah suatu bentuk tindakan yang ditandai biasanya dengan suatu bentuk perilaku individu maupun kelompok yang lebih menonjolkan pada bentuk tindakan yang secara emosional. Lebih memperlihatakan suatu hal yang abstrak dengan tindakan yang relatif pada suasana emosi. Contohnya : Sekumpulan orang yang sedang menyaksikan suatu pertandingan sepak bola misalnya. Dan team kesayangannya yang sedang bertanding mengalami kekalahan. Dan reakasi diantaranya menghasilkan suatu tindakan emosional sedih karena melihat team kesayangannnya kalah.

Monday, 2 March 2015

Ekonomi Kreatif




Alvi Topler (Sosiolog Futurolog)
1.      Perkembangan ekonomi pertanian
2.      Perkembangan okonomi industri
3.      Perkembanagan ekonomi informasi
Tom Hopkins (1997)
Objek kajian ekonomi kreatif
1.      Kerajinan
2.      Design
3.      Film
4.      Permainan interaktif
5.      Musik
6.      Seni pertunjukan
7.      Penerbitan dan percetakan
8.      Software / perangkat lunak

Thursday, 19 February 2015

Sosiologi Perubahan Sosial : Pengertian dan Teori



Beberapa definisi perubahan sosial sebagai berikut.

·         Menurut Kingsley Davis
Perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.

·         Menurut Gillin and Gillin 
Perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

·         Menurut Mac Iver
Perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial.

·         Menurut Selo Soemardjan
Perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Dari pengertian-pengertian tersebut, bahwa dalam perubahan social yang berubah adalah struktur dan fungsi sosialnya. Contoh: Perubahan dalam struktur adalah perubahan jumlah penduduk, perubahan status sosial, perubahan pelapisan sosial, sedangkan perubahan dalam fungsi sosial antara lain ayah di rumah dan ibu bekerja. Di sini terjadi perubahan fungsi ayah dengan fungsi ibu.

Teori Perubahan Sosial

Ada dua teori utama mengenai perubahan sosial, yaitu teori siklus dan teori perkembangan. Kedua teori perubahan sosial itu akan dijelaskan dalam uraian berikut.

·         Teori Siklus
Teori siklus menjelaskan bahwa perubahan sosial bersifat siklus artinya berputar melingkar. Menurut teori siklus, perubahan social merupakan sesuatu yang tidak bisa direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tertentu, tetapi berputar-putar menurut pola melingkar.

Pandangan teori siklus ini, yaitu perubahan sosial sebagai suatu hal yang berulang-ulang. Apa yang terjadi sekarang akan memiliki kesamaan atau kemiripan dengan apa yang ada di zaman dahulu. Di dalam pola perubahan ini tidak ada proses perubahan masyarakat secara bertahap sehingga batas-batas antara pola hidup primitif, tradisional, dan modern tidak jelas. Perubahan siklus merupakan pola perubahan yang menyerupai spiral seperti gambar berikut.

Pandangan teori siklus sebenarnya telah dianut oleh bangsa Yunani, Romawi, dan Cina Kuno jauh sebelum ilmu sosial modern lahir. Mereka membayangkan perjalanan hidup manusia pada dasarnya terperangkap dalam lingkaran sejarah yang tidak menentu.

Seorang filsuf sosial Jerman, Oswald Spengler, berpandangan bahwa setiap peradaban besar menjalani proses penahapan kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Selanjutnya, perubahan sosial akan kembali pada tahap kelahirannya kembali. Seorang sejarawan social Inggris, Arnold Toynbee, berpendapat bahwa sejarah peradaban adalah rangkaian siklus kemunduran dan pertumbuhan. Akan tetapi, masing-masing peradaban memiliki kemampuan meminjam kebudayaan lain dan belajar dari kesalahannya untuk mencapai tingkat peradaban yang tinggi. Salah satu contoh adalah kemajuan teknologi di suatu masyarakat umumnya terjadi karena proses belajar dari kebudayaan lain.

Kita dapat melihat kebenaran teori siklus ini dari kenyataan social sekarang. Misalnya, dari perilaku mode pakaian, dan gaya kepemimpinan politik. Sebagai contoh, dalam perubahan mode pakaian, seringkali kita melihat mode pakaian terbaru kadang-kadang merupakan tiruan atau mengulang model pakaian zaman dulu.

Dalam bidang politik, kita juga melihat adanya perubahan bersifat siklus. Sering kita melihat upacara-upacara sosial yang dilakukan pemimpin suku di zaman kuno dilakukan kembali oleh pemimpin politik masyarakat modern sekarang, misalnya melakukan upacara-upacara yang sifatnya memuja dan memelihara tradisi turun-temurun.

·         Teori Perkembangan/Teori Linier
Menurut teori ini perubahan sosial bersifat linier atau berkembang menuju ke suatu titik tujuan tertentu. Penganut teori ini percaya bahwa perubahan sosial bisa direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tujuan tertentu. Masyarakat berkembang dari tradisional menuju masyarakat kompleks modern. Bentuk perubahan sosial menurut teori ini dapat digambarkan seperti tampak dalam gambar berikut.

Pandangan tentang teori linier dikembangkan oleh para ahli social sejak abad ke-18, bersamaan dengan munculnya zaman pencerahan di Eropa yang berkeinginan masyarakat lebih maju. Teori linier dapat dibagi menjadi dua, yaitu teori evolusi dan teori revolusi. Teori evolusi melihat perubahan secara lambat, sedangkan teori revolusi melihat perubahan secara sangat drastis. Menurut teori evolusi bahwa masyarakat secara bertahap berkembang dari primitif, tradisional, dan bersahaja menuju masyarakat modern.

Teori ini dapat kita lihat di antaranya dalam karya sosiolog Herbert Spencer, Emile Durkheim, dan Max Weber. Herbert Spencer seorang sosiolog Inggris, berpendapat bahwa setiap masyarakat berkembang melalui tahapan yang pasti. Herbert Spencer mengembangkan teori evolusi Darwin untuk diterapkan dalam kehidupan sosial. Menurut Spencer orang-orang yang cakap akan memenangkan perjuangan hidup, sedangkan orang-orang lemah akan tersisih sehingga masyarakat yang akan datang hanya diisi oleh manusia-manusia tangguh yang memenangkan perjuangan hidup.

Emile Durkheim mengetengahkan teorinya yang terkenal bahwa masyarakat berkembang dari solidaritas mekanik ke solidaritas organik. Solidaritas mekanik merupakan cara hidup masyarakat tradisional yang di dalamnya cenderung terdapat keseragaman sosial yang diikat oleh ide bersama. Sebaliknya, solidaritas organik merupakan cara hidup masyarakat lebih maju yang berakar pada perbedaan daripada persamaan.
Masyarakat terbagi-bagi secara beragam atau terjadi proses diferensiasi kerja. Teori revolusioner dapat kita lihat dalam karya Karl Marx sebagai sosiolog. Karl Marx juga melihat masyarakat berubah secara linier, namun bersifat revolusioner. Semula masyarakat bercorak feodal lalu berubah secara revolusioner menjadi masyarakat kapitalis. Kemudian, berubah menjadi masyarakat sosialis-komunis sebagai puncak perkembangan masyarakat.

Max Weber berpendapat bahwa masyarakat berubah secara linier dan masyarakat yang diliputi oleh pemikiran mistik menuju masyarakat yang rasional. Terjadi perubahan dari masyarakat tradisional yang berorientasi pada tradisi turun-temurun menuju masyarakat modern yang rasional.