Latest Post
Showing posts with label Sosial. Show all posts
Showing posts with label Sosial. Show all posts

Friday, 4 November 2016

01:36:00 1

Alquran Wajib Dibela | SIKAP #AksiDamai411 : ACEH

Khatib Jumat berpesan hari ini (4 Nopember 2016) :

"Alquran adalah satu-satunya mukjizat Nabi yang masih tersisa hingga kini" 

"Kalau kita membela Alquran, maka Alquran akan membela kita sejak di alam kubur, saat berbangkit, saat dihisab, dan akan dia antar hingga ke pintu surga"

"Alquran itu adalah furqan (pembeda) antara yang hak dengan yang batil. Dia juga hujjah (pembela atau pengacara) yang akan membela kita saat dihisab di Yaumil Akhir kelak"

Jadi, kalau hari ini ada sekelompok muslim bergerak ke Jakarta untuk membela Alquran karena ada pihak yang diduga menistanya, maka perlu kita niatkan untuk ikut membelanya, meskipun kita tak ikut ke Ibu Kota untuk berunjuk rasa.

Kita berniat dan berdoa semoga aksi itu berlangsung damai dan Alquran serta agama Islam senantiasa diselamatkan Allah dari musuh-musuh Islam.

Adalah kewajiban kita untuk mencintai Alquran dengan cara rutin membacanya, memahami teks dan konteksnya, serta mengamalkan kandungannya.

Jangan jadikan rumah kita sebagai kuburan, yakni rumah-rumah yang tidak terdengar kumandang ayat-ayat Alquran dari dalamnya.

Alquran itu adalah imam kita. Dialah yg akan menuntun kita menemukan kebenaran dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Jadi, jangan pernah mengurangi kecintaan kita kepada Alquran, satu-satunya mukjizat yang diturunkan kepada Rasulullah yang masih tersisa hingga kini.

Semoga Alquran akan mengawal dan mengantar kita hingga ke pintu surga. Amin.

Saleuem,

YD
(Disarikan dari khutbah Jumat khatib di Masjid Lamteh, Banda Aceh, 4 November 2016)

Friday, 6 May 2016

Penemu Pertama Makam Imam Al Bukhari adalah Soekarno?

Berawal pada tahun 1961 pemimpin tertinggi Partai Komunis Uni Soviet sekaligus penguasa tertinggi Uni Soviet Nikita Sergeyevich Khrushchev mengundang Bung Karno ke Moskow. Sepertinya Khrushchev yang berkuasa di Uni Soviet dari tahun 1953 hingga 1964 itu hendak menunjukkan pada Amerika Serikat bahwa Indonesia berdiri di belakang Uni Soviet.

Bung Karno tidak mau begitu saja datang ke Moskow. Bung Karno tahu, kalau Indonesia terjebak, yang paling rugi dan menderita adalah rakyat Indonesia. Bung Karno tidak mau membawa Indonesia ke dalam situasi yang tidak menguntungkan. Bung Karno juga tidak mau Indonesia dipermainkan oleh negara mana pun.

Bung Karno mengajukan syarat.
Kira-kira begini dialog antara Bung Karno dan Khrushchev.
“Saya mau datang ke Moskow dengan satu syarat mutlak yang harus dipenuhi. Tidak boleh tidak,” kata Bung Karno.

“Apa syarat yang Paduka Presiden ajukan?” Khrushchev balik bertanya.
Bung Karno menjawab, “Temukan makam Imam Al Bukhari. Saya sangat ingin menziarahinya.”

Tidak mau membuang waktu, Khrushchev segera memerintahkan pasukan elitnya untuk menemukan makam dimaksud. Entah berapa lama waktu yang dihabiskan anak buah Khrushchev untuk menemukan makam itu, yang jelas hasilnya nihil.

Khrushchev kembali menghubungi Bung Karno. “Maaf Paduka Presiden, kami tidak berhasil menemukan makam orang yang Paduka cari. Apa Anda berkenan mengganti syarat Anda?”

“Kalau tidak ditemukan, ya udah, saya lebih baik tidak usah datang ke negara Anda,” tegas Bung Karno.

Kalimat singkat Bung Karno ini membuat kuping Khrushchev panas memerah. Khrushchev kembali balik kanan, memerintahkan orang-orang nomor satunya langsung menangani masalah ini.

Akhirnya setelah bolak balik sana sini, serta mengumpulkan informasi dari orang-orang tua Muslim di sekitar Samarkand, anak buah Khrushchev menemukan makam Imam Al Bukhari yang lahir di Bukhara pada tahun 810 M. Imam Al Bukhari meninggal dunia dan dimakamkan Samarkand pada 870 M. Ketika ditemukan, makam Imam Al Bukhari dalam kondisi rusak tak terawat.

Khrushchev memerintahkan agar makam itu dibersihkan dan dipugar secantik mungkin.
Selesai renovasi, Khrushchev menghubungi Bung Karno kembali. Intinya, misi pencarian makam Imam Al Bukhari berhasil.

Sambil tersenyum Bung Karno mengatakan, “Baik, saya datang ke negara Anda.”

Setelah dari Moskow, tanggal 12 Juni 1961 Bung Karno tiba di Samarkand. Puluhan ribu orang menyambut kehadiran Pemimpin Besar Revolusi Indonesia ini sejak dari Tashkent. [AR/TS]

Sunday, 22 March 2015

Badiuzzaman Said Nursi : Lima Pintu Surga / Lima Pilar yang Harus Dimiliki dan Diamalkan Bangsa

Said Nursi ( Ottoman Turki : سعيد النورسی; 1877 - 23 Maret 1960), juga dieja Kata-i Nursi, resmi Kata Okur dan dikenal dengan kehormatan Badiuzzaman (بديع الزمان, Badi 'al-Zaman) , adalah Kurdi Muslim Sunni teolog . Dia menulis Risale-i Nur Collection , tubuh Al-Quran komentar melebihi enam ribu halaman. Percaya bahwa ilmu pengetahuan modern dan logika adalah cara masa depan, ia menganjurkan mengajar ilmu-ilmu agama di sekolah-sekolah sekuler dan modern ilmu di sekolah-sekolah agama.

Lima Pintu Surga / Lima Pilar Bangsa yang harus dimasuki yang dinyatakan said Nursi ialah :
  • PILAR PERTAMA : Persatuan Hati
Maksud dari pilar pertama ialah Badiuzzaman menjelaskan bahwa seluruh rakyat harus bersatu padu mempertahankan integritas bangsanya. Bersatu melawan musuh-musuh  yang menginginkan bangsa itu dihilangkan. Bersatu padu seumpama gerakan orang shalat dalam jama'ah yang rapi.
  • PILAR KEDUA : Cinta Bngsa
Maksud dari pilar kedua ini ialah Baiduzzaman menjelaskan bahwasanya semua pribadi yang ada dalam satu bangsa harus memiliki cinta  kepada bangsanya melebihi dirinya sendiri. Cinta bangsa berarti adalah juga mencintai saudara sebangsanya. Cinta bangsa juga menjauhi bermush-musuhan sesama anak bangsa.
  • PILAR KETIGA : Pendidikan
Maksud dari pilar ketiga ialah jika seluruh rakyat memperoleh pendidikan yang merata yang baik, dan menjadi manusisa yang berkualitas, maka sebuah bangsa  akan maju dan mencapai cita-cita kemakmurannya. Pendidikan yang dimaksud ialah pendidikan yang menyatukan pendidikan agama dan ilmu pendidikan modern yang bukan agama. Bukan pendidikan yang hanya mengedapnkan ilmu modern dan meninggalkan agama sebagai pondasi utama.
  • PILAR KEEMPAT : Memaksimalkan Potensi SDM (Sumber Daya Manusia)
Maksud dari pilar keempat ini ialah Said Nursi menekankan pada sikap yang tinggi meghargai terhadap pada orang-orang yang memiliki keahlian (Spesialis maupun Non-Spesialis) sehingga memperoleh pekerjaan yang layak dengan gaji yang memadai. Dengan itu, semua rakyat akan menggunakan tenaga dan pikirannya secara positif. Dan kreatifitas akan terus terproduksi. Negara pun maju. Bangsa pun makmur.
  • PILAR KELIMA : STOP Pemborosan dan Pemubadziran
Maksud dari pilar kelima ini ialah mengehentikan pemborosan dan pemubadziran. Seluruh elemen bangsa, baik pemerintah maupun rakyat harus berdesiplin menghentikan pemborosan, hidup seadanya, tidak pamer materi dan berlebih-lebihan. Itu adalah salah satu penyakit para penjabat negara yangyang sangat akut dan bisa menjerumuskan suatu bangsa kearah yang tercela dan merugikan segenap bangsa.

Ibnu Khaldun : Karakter kepemimpinan Kekhalifahan Islam

Ibnu Khaldun  menegaskan dan menjelaskan lebih jauh tentang kepemimpinan kekhahalifah secara singkat menurutnya.
"Kekhalifahan harus mampu menggerakan umat untuk bertindak sesuai dengan ajaran Islam dan menyeimbangkan kewajiban di dunia dan akhirat. (Kewajiban di dunia) harus seimbang (dengan kewajiban untuk akhirat), seperti yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad, semua kepentingan dunia harus mempertimbangkan keuntungan untuk kepentingan akhirat. Singkatnya, (Kekhalifahan) pada kenyataannya menggantikan Nabi Muhammad, beserta sebagian tugasnya, untuk melindungi agama dan menjalankan kekuasaan politik di dunia."

Tuesday, 10 March 2015

PSDM : Perilaku Peranan untuk Strategi Kompetitif/Inovatif #HomeWork


Non-Kompetitif
Highly repetitive, predictable behavior
Very short-term focus
Highly interdependent
Very low concern for quality
Very low concern for quantity
Very low risk raking
Very high concern for process
High preference to avoid responsibility
Very inflexible to change
Very comfortable with stability
Narrow skill application
Low job involvement

Kompetitif
Highly creative, innovative behavior
Very long-term focus
Highly independent
Very high concern for quality
Very high concern for quantity
Very high risk raking
Very high concern for result
High preference to assume responsibility
Very flexible to change
Very comfortable with ambiguity and unpredictability
Broad skill application
High job involvement

Sosiologi Agama : Teori-teori Agama

E.B Taylor ( Lahir: London, 1832)
1. Aspek – aspek Kebudayaan Manusia
E.B Taylor merupakan salah satu teoritikus yang mengetengahkan trend baru dalam penelitiannya, ia lebih menekankan pada “etnografi” dan “etnologi”, yakni menulis serta melihat keadaan masyarakat secara langsung untuk mengetahui segala kompleksitas yang ada di dalamnya. Salah satu karya terbesar Taylor ada pada bukunya yang berjudul Primitive Culture yang di publikasikan kepada masyarakat Inggris Victorian di saat kaum agamawan mengalami tantangan-tantangan yang merusak keyakinan mereka. Dalam buku tersebut Taylor mengemukakan secara eksplisit keberadaan agama, serta budaya masyarakat primitive yang selalu menggelitik keingintahuannya. Terlepas dari pandangannya tentang agama, alangkah baiknya menyimak asumsinya terkait dengan kebudayaan manusia yang memiliki keutuhan serta integritas yang kuat. Dalam “etnologinya” ia berpendapat bahwa semua bentuk masyarakat dan kebudayaan yang terorganisir harus dilihat sebagai satu keseluruhan – sebagai suatu system yang kompleks membentuk pengetahuan dan keyakinan, seni dan moral, perkakas dan teknologi, bahasa, hukum, adat istiadat, legenda, mitos dan seluruh komponen lainnya yang membentuk kesatuan yang utuh. Lebih jauh lagi etnologi mencoba menjadi kunci wasiat untuk membuka dan menemukan pola-pola hukum pasti dari kebudayaan manusia, sebagaimana kepastian yang terdapat dalam hukum-hukum gerak ombak, pertumbuhan tanaman dan binatang.
Taylor meyakini apabila usaha ilmu ini dilakukan secara tepat, dan jika setiap periode peradaban manusia diamati secara seksama, maka dua hukum besar tentang budaya akan muncul kepermukaan yaitu: (1) Prinsip kesatuan dan keseragaman fisik seluruh ras manusia, dan (2) pola evolusi intelektual dan perkembangannya sesuai dengan waktu tertentu. Dengan asumsi keseragaman fisik manusia, Taylor mengemukakan bahwa apapun yang dilakukan dan dikatakan manusia pada waktu dan tempat yang berbeda di seluruh dunia dapat dikatakan mirip satu sama yang lainnya. Dengan kata lain, kemiripan-kemiripan itu bukanlah sesuatu yang kebetulan, tapi memperlihatkan keseragaman fundamental pemikiran manusia. Seterusnya Taylor dan pengikutnya membuka kesepakatan bahwa semua manusia memiliki esensi yang sama, khususnya kapasitas mental mereka. Kebiasaan-kebiasaan yang sering ditemukan dalam penelitiannya ialah kebiasaan manusia yang melantunkan doa untuk roh atau setan, ini dijadikan sebagai kebiasaan yang serius dan kebudayaan yang paling kekal, padahal semua fenomena sejarah tersebut hanyalah takhayul belaka yang nantinya akan berevolusi seiring dengan kemajuan intelektual. Menurut Taylor, jika prinsip evolusi memperlihatkan bagaimana proses kelangsungan hidup masyarakat tersebut, maka prinsip ini akan menjadi jodoh dan prinsip keseragaman yang memungkinkan kita memahami dan menjelaskannya. Seterusnya, hubungan antara basis – rasional pemikiran dengan evolusi social dapat dilihat dalam setiap aspek kebudayaan manusia, asal kita mau meluangkan waktu untuk memahami secara dekat.

2. Asal – usul Agama
Uraian Taylor tentang mitos-mitos sangat penting karena hal itu merupakan benang merah yang membentangkan jalan yang harus ditempuh dalam menyelidiki asal usul agama. Bagi Taylor Agama merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang spiritual, definisi ini dapat diterima dan memiliki kelebihan sendiri, karena sederhana, eksplisit, dan memiliki cakupan yang luas. Walaupun kita dapat menemukan kemiripan-kemiripan lain dalam setiap agama, namun salah satu karakteristik yang dimiliki setiap agama adalah keyakinan terhadap roh-roh yang berpikir, berprilaku dan berperasaan seperti manusia. Esensi setiap agama,, seperti halnya mitologi adalah animisme (berasal dari bahasa latin anima yang berarti roh). Animisme adalah bentuk pemikiran manusia yang paling tua, yang dapat ditemukan dalam setiap sejarah manusia. Namun, menurut Taylor kepercayaan seperti ini tidak bisa diterima, karena hal tersebut hanyalah bersifat pribadi dan tidak bisa dibuktikan secara alamiah. Menurutnya penalaran masyarakat primitif yang mengadopsi kepercayaan ini masih infantilitas (kanak-kanak) kemudian menemukan bentuk kepercayaan religiusnya yang pertama. Seperti mitos-mitos mereka, pengajaran agama muncul dari usaha yang rasional untuk menjelaskan cara kerja alam. Dan dari perspektif ini semua sudah jelas, bahwa sebagai mana roh menggerakkan seorang manusia, maka spirit pun telah menggerakkan alam semesta.

Taylor beragumen bahwa arti penting teori animistik ini ketika menjelaskan masyarakat primitif akan terlihat dari varian-varian kepercayaan dan adat istiadat purba yang bisa dijelaskannya. Dalam terminologi animistik, semua ajaran ini bisa dipahami sebagai proses berlanjutnya kehidupan jiwa sesudah kematian. Namun, setelah melakukan penelitian lebih lanjut Taylor berpesan, kepercayaan anismitik ini nanti akan megalami stagnasi, karena bagaimanapun juga teori-teori tentang animistik akan disingkirkan dalam kehidupan sehari-hari oleh perkembangan intelektual. Karena animism hanyalah usaha masyarakat kuno untuk memahami dan merespon misteri dan peristiwa yang luar biasa memiliki kesamaan dengan sains pada zaman sekarang. Dia menambahkan walaupun agama sama kunonya dengan sains, namun agama lebih primitif dan kemampuannya memberikan penjelasan kalah jauh dibandingkan sains. Bagi Taylor, kepercayaan terhadap kekuatan spiritual meprensentasikan satu tahapan alami dalam evolusi pemikiran manusia, namun bukanlah tahapan akhir, karena masih ada tahapan lain yang lebih rasional dalam merespon alam, yaitu program dan metode ilmu-ilmu empiris yang mulai muncul saat ini.
Frazer (Lahir:Skotlandia, 1854)
1. Magis dan Agama
Frazer dan Taylor memiliki pernyataan yang mirip ketika mengungkap keberadaan agama. Taylor berangkat dari kepercayaan animisme, sedangkan Frazer lebih mengetengahkan teorinya tentang suatu yang magis. Menurutnya jika ingin melihat tindak-tanduk keberadaan agama mesti mencari dan mengumpulkan cerita rakyat, legenda, dan kebiasaan kebiasaan masyarakat primitif, dimana saja yang kita tahu, untuk melihat ada apa di dalamnya bisa dilihat dari pola-pola tradisi lama yang bisa dicocokkan dengan legenda romawi tentang keberadaan dewa-dewa. Dalam konteks ini, Frazer mirip dengan Taylor, yakni system pertama adalah magis yang kedua adalah agama. Pemahaman tentang magis dan agama serta hubungan yang terjadi antar keduanya merupakan kunci wasiat masuk ke dalam pemikiran masyarakat primitif. Menurut Frazer, dalam menanggapi kedua masalah penting menyangkut masyarakat primitif ini, kita harus memperhatikan fakta yang paling mendasar dari kehidupan manusia dulu kala, entah yang hidup di hutan Diana atau tempat lainnya, yang sama bertumpu pada perjuangan untuk tetap hidup. Lebih jauh dari pandangan Taylor tentang magis, Frazer menemukan suatu yang lebih sistematis, bahkan lebih ilmiah. Dia menunjukkan bahwa hubungan inti yang diciptakan oleh simpati tukang sihir, didasarkan pada dua tipe, pertama , imitatif, yaitu magis yang menghubungkan dua hal berdasarkan prinsip kesamaan, satu banding satu. Kedua, penularan/penyebaran yaitu magis yang menghubungkan dua hal berdasarkan prinsip keterikatan. Misal, seorang petani Rusia mengalirkan air pada satu sekat air di musim kemarau sambil membayangkan tetesan air pada sekat tersebut persis dengan tetesan hujan. Maka tetesan seperti itu akan memaksa hujan turun dari langit. Dalam contoh itu terlihat bagaimana mudahnya orang primitive di mana pun beranggapan bahwa prinsip-prinsip kerja alam selalu tetap, universal dan tidak bisa dilanggar, prinsi-prinsip ini menurut masyarakat primitif sama pastinya dengan cara kerja hukum ilmiah modern tentang sebab-akibat.
Jadi magis menurut Frazer, dibangun berdasarkan asumsi bahwa ketika satu ritual atau perbuatan dilakukan secara cepat, maka akibat yang akan dimunculkannya juga pasti juga terwujud seperti yang diharapkan. Frazer menekankan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan magis akan memiliki kekuatan sosial yang lebih intens. Menurutnya, kekuatan yang diberikan oleh magis kepada manusia dalam masyarakat primitif tidak bisa mengelabui pengelihatan kita, karena magis berhadapan dengan persoalan yang lebih mendasar lagi. Magis tidak akan bisa bergerak, karena seluruh kemampuan magis tukang sihir yang hebat hanyalah kebohongan belaka, yang nantinya kemagisan ini akan mengalami kemunduran, dan agama akan dating untuk menggantikan posisinya. Dalam agama tegas Frazer, mengklaim bahwa kekuatan nyata di balik alam semesta bukanlah prinsip, tapi kekuatan itu berbentuk pribadi – sesuatu yang supernatural dan itu disebut dengan nama tuhan. Baginya, kepercayaan terhadap supernatural dan usaha-usaha manusia untuk memperoleh pertolongannya dengan cara berdoa atau melakukan ritual lain, telah membebaskan pikiran manusia dari belenggu keyakinan magis dan membawanya pada keyakinan keagamaan. Jadi, agama sebenarnya memperbaiki magis yang mencirikan kemajuan intelektual manusia, karena penjelasan yang diberikan agama tentang dunia seperti yang kita alami lebih baik ketimbang yang diberikan magis. Kita harus menyadari bahwa magis menganggap hukum-hukum alam bersifat impersonal, baku dan universal – seandainya ritual minta hujan dilakukan dengan benar, maka hujan pasti akan turun. Oleh sebab itu, lanjut Frazer, magis telah digantikan oleh agama, maka era kepercayaan terhadap satu atau banyak tuhan pada zaman ini harus digantikan oleh era selanjutnya, yakni era pemikiran manusia, era ilmu pengetahuan yang dimiliki sekarang.
FREUD DAN AGAMA (lahir, Austria :1856)
 
“RELIGION WILL BE HUMAN NERVE DISEASE AT THE WORLD AND ONLY REFLECTION OEDIPUS KOMPLEKS CHILDHOOD PEACE” 
Freud adalah salah satu teoritikus yang mempunyai asumsi radikal terhadap agama. Di samping membahas tentang alam bawah sadar dan peristiwa raja Oedipal, Freud juga membahas subtansi agama dengan melihat pandangan-pandangannya yang dijabarkan melalui konsep Totem dan Tabo. Pandangan itu dikooperatifkan sedemikan rupa melalui pengalamannya menghadapi pasien neurotis, serta cerita gangguan mental pada masa kanak-kanak. Sebelum Freud membahas tentang agama, mesti dipahami terlebih dahulu bahwasannya jika ingin mencari cikal bakal keberadaan agama mesti menengok pada zaman pra- sejarah dan manusia-manusia generasi pertama setelah sejarah, sebagai moyang yang pertama. Berdasarkan premis-premis tersebut Freud kemudian beralih pada dua prilaku masyarakat primitif yang selalu menggelitik rasa ingin tahu masyarakat modern, karena keanehannya menggunakan binatang ‘Totem” dan adat “Tabu”.
Dalam kebiasaan Totem dan Tabu masyarakat primitif selalu mengasosiasikan diri mereka dengan binatang atau tumbuhan tertentu, yang diklaim sebagai objek sacral. Sedangkan kebiasaan kedua, seorang dalam komunitas suku akan dikatakan tabo, yaitu menyatakan sesuatu yang bersifat larangan. Tabu yang paling lama dipegang oleh masyarakat primitif adalah larangan tentang perkawinan sedarah. Sehingga orang harus melakukan perkawinan dengan suku klan lain, hal itu dikenal dengan sistem exsogamus. Selanjutnya adalah peristiwa Totemisme. Peristiwa ini menggambarkan eksistensi masyarakat primitif yang mereduksionis momen dalam eksploitasi binatang. Asumsinya bahwa tidak diperbolehkan berburu dan memakan binatang Totem kecuali pada saat upacara tertentu. Apabila peraturan ini dilanggar, maka memakannya juga merupakan sebuah Tabu. Kedua peristiwa ini menurut Freud merupakan alasan-alasan yang kurang mendasar, kecuali karena memang ingin melakukan perbuatan yang dilarang itu. Buktinya ini merupakan kesalahan immanent yang dilakukan oleh masyarakat primitif. Namun, mengapa kegiatan rasional seperti ini masih saja dilakukan oleh manusia? Untuk menjawab pertanyaan ini Freud menggunakan konsep alam bawah sadarnya. Ia mengklaim bahwa pengalamannya dengan pasien neurotis memperlihatkan kepribadian manusia, baik yang normal maupun yang terganggu sama-sama ditandai oleh ambivalensi antara hasrat-hasrat yang lebih kuat. Contohnya saja orang yang mempunyai gangguan saraf pasti akan merasakan kesedihan yang mendalam terhadap pengalaman-pengalamannya, kehilangan orang yang dicintainya baik itu ayah, ibu, yang telah meninggal. Namun, berdasarkan pengalaman bawah sadar seperti yang dikemukanan Freud kita sering mendapati bahwa kesedihan tersebut bukan karena cinta melainkan sebuah refleksi emosi, dan rasa bersalah dalam dirinya, itu disebabkan oleh rasa emosi yang ada dalam dirinya. Karena pengaruh rasa bersalahnya maka masyarakat primitif akan melakukan ritual-ritual tertentu untuk mengungkapkan rasa bersalah kepada sang ayah. Peristiwa ini ditemukan dalam bentuk Oedipus Kompleks yang lebih mengacu pada hasrat seksual anak, pada akhirnya akan menimbulkan rasa cemburu kepada sang ayah. Pembunuhan sang ayah inilah dapat memberikan penyadaran bagi anak untuk melakukan pengorbanan yang menggunakan binatang Totem, katanya bisa digunakan sebagai simbol kematian pertama sang ayah. Kematian tersebut diklaim sebagai Tuhan dalam komunitas suku primitif.

Freud kembali menegaskan bahwa peristiwa Tabu dan Totemisme dalam bentuk Oedipus Kompleks, merupakan identifikasi pikiran sadar para klan yang mengganggap binatang Totem yang telah mati sebagai ayah mereka yang sudah mati dan dijadikan tuhan. Mereka mengaku anak mendiang ayah yang melakukan ritual pemujaan sebagai refleksi dari rasa bersalahnya. Tapi, cermat Freud jauh dari pikiran alam bawah sadar mereka melawan perasaan yang berlawanan, karena ritual seperti itu memberikan proyeksi tentang distorsi yang terdahulu yaitu pembunuhan dan kanibalisme. Semua kristalisasi tersebut dianggap menghilangkan rasa frustasi dan kebencian yang muncul atas penolakan hasrat Oedipal mereka.

Menjelang beberapa dekade Freud semakin menyadari panjangnya proses evolusi dari konsep Totem sampai kepada lahirnya agama dan kepercayaan terhadap Tuhan. Dari keberadaan binatang Totem yang dikatakan sebagai lambang kematian pertama sang ayah dalam Oedipus Kompleks, sampai konsep Tabu dalam budaya klan akan mengalami proses reduksionis. Semua itu akan berevolusi menjadi sebuah ritual dan persembahan kurban. Posisi binatang Totem akan digantikan oleh pihak yang lain, pertama oleh manusia yang menjadi roh manusia yang dituhankan, kemudian menjadi dewa-dewa dalam politheisme, kemudian menjadi refleksi keberadaan bapa Tuhan dalam agama Kristen. Walaupun ini hanya segelintir details ketuhanan, namun ini merupakan suatu jalan yang kontinu untuk bisa menguak keberadaan agama yang mempunyai hubungan dengan upacara-upacara dalam masyarakat pra-sejarah.

Pandangan Sigmund Freud sangatlah berbeda dengan Frazer. Freud lebih memarginalisasikan pandangannya terhadap emosi-emosi manusia, tak seperti Frazer yang lebih menitik berat pada kemajuan intelektual yang beranjak dari konsep magisnya. Freud berpendapat kalau kita ingin mengetahui tentang agama secara subtansial, tidak perlu melihat lebih jauh. Yang terpenting di sisni lebih fokus pada kongkretisasi kejadian suram klan dan ketegangan psikologis yang mendalam. Dalam artian agama itu serta merta muncul karena gangguan mental yang dialami oleh manusia. Secara lebih eksplisit Freud meradikalisasikan pandangannya bahwa agama tidak lebih dari penyakti “neurotis” masyarakat dunia. Terlepas dari pandangan tersebut Freud kini ingin mengkaji lebih dalam tentang keberadaan agama, melalui pandangannya tentang Oedipus Kompleks. Emosi-emosi manusia itu karena disebabkan oleh hasrat seksualnya, kecemburuan terhadap sang ayah yang mengakibatkan kematian pertamanya, itu dianggap sebagai awal merujuknya kata “Tuhan”. Setelah kejadian tersebut terjadi particular “penebusan dosa” yang dilakukan oleh sang anak, dengan dalih mengabulkan segala permintaan sang ayah dan berjanji akan selalu mengendalikan hasrat seksual mereka.

Kejadian-kejadian yang dialami masyarakat primitif tersebut memberikan kontribusi penuh terhadap keberadaan agama. Begitu juga agama yang memberikan sumbangan terhadap peradaban melalui Totem yang setidaknya memberikan penyadaran terhadap masyarakat primitif, untuk tidak dengan sembarangnya melakukan pembunuhan pada binatang Totem tersebut. Selanjutnya Freud berpendapat bahwa suara agama setidaknya memberikan pemikiran kebelakang yang mengingatkan manusia pada kejadian masa kanak-kanak. Dengan mengikuti pengalaman masa kanak-kanak agama memberikan proyeksi dunia eksternal tentang Tuhan. Menurutnya, kata yang paling cocok untuk memproyeksikan agama hanyalah dengan konsep ilusi dan delusi. Ilusi merupakan angan-angan yang dapat dicapai kelak, dengan menggunakan usaha-usaha tertentu. Berbeda dengan delusi yang merupakan suatu hayalan akan kenyataan namun tidak mungkin akan terjadi. Jadi, kepercayaan terhadap Tuhan bukanlah merupakan sebuah delusi, walaupun dia memandang pembicaraan tentang benar tidaknya doktrin agama, itu tidak termasuk cakupan penyelidikan Freud pada saat itu. Ia berasumsi karena kita sama-sama tahu bahwa agama adalah ilusi.

Oleh sebab itu doktrin agama bukanlah sebuah “wahyu” dari Tuhan, dan juga bukan konklusi yang didapatkan dari pengkajian ilmiah. Sebaliknya, ajaran agama merupakan sebuah pemikiran-pemikiran yang khas: sebuah upaya menginginkan suatu menjadi kenyataan. Ajaran agama dalama bahasa Freud adalah upaya pemenuhan “hasrat” terutama seksual yang paling kuat dan paling penting. Secara lebih eksplisit Freud mengemukakan agama dalam bahasa Oedipus Kompleks yaitu:
Agama merupakan obsesi gangguan mental manusia secara universal, sama seperti gangguan mental yang terjadi pada masa kanak-kanak. Agama muncul karena Oedipus kompleks, karena masalah yang terjadi pada ayah mereka. Jika anggapan ini memang benar maka diperkirakan bahwa meninggalnya agama niscaya akan membawa akibat fatal bagi pertumbuhan, dan kita mendapati diri kita dalam keadaan yang sangat kritis di tengah-tengah fase pertumbuhan.

Kalimat Freud menunjukkan bahwa agama adalah suatu pandangan pengalaman kanak-kanak yang belum sepenuhnya mengalami masa transisi menjadi manusia dewasa, semua indicator itu dipengaruhi oleh gangguan mental yang mengklaim dapat memberikan ketenangan atas peristiwa besar yang telah terjadi. Gangguan mental tersebut sangat bervariatif, bisa saja dipengaruhi oleh rasa emosi yang mengundang rasa bersalah seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya. Semua itu tidak lebih dari penyakit neurotis yang sudah di analisa oleh Freud, begitu juga tentang keberadaan agama yang tidak lebih dari sebuah gangguan variasi mental manusia. Semua kejadian yang dijabarkan sebelumnya diproyeksikan melalui konsep Totemisme binatang yang dijadikan pengganti kematian ayah dalam lukisan Oedipus Kompleks, serta adat Tabu yang menguak “larangan” tentang adanya suatu pernikahan maupun reduksi penggunaan persembahan kurban. Freud mengklaim bahwa agama juga memberikan sedikit kontribusi terhadap klan primitif melalui larangan akan terjadinya pembunuhan untuk kedua kalinya, yang berakhir pada tingkat kesadaran manusia akan kesalahan pada masa kanak-kanak. Sehingga kita bisa beragumen lanjut Freud, mungkin sudah tiba waktunya mengganti refresi agama dengan hasil yang dicapai oleh rasio dan intelektual seperti yang sudah telah mulai dianalisa psikologis. Pendeknya, karena peradaban manusia sudah mencapai fase dewasanya. Maka, sudah saatnya mengganti dan menyingkirkan kata “agama” dalam bentuk pemikiran yang khas tentang kedewasaan. Karena masyarakat yang “dewasa” hanya sudi dibimbing oleh rasio dan ilmu pengetahuan bukan pemikiran takhayul seperti yang ada pada zaman pra-sejarah masyarakat primitif. “Tuhan” tempat tempat manusia melantunkan alunan doa hanyalah merupakan khayalan semu dalam diri ke dunia eksternal, karena ingin menghilangkan gangguan neurotis atas rasa bersalah dan takut karena pengalaman-pengalaman suram. Hhhhmmmmm!!!!!!
Emile Durkheim(Epinal, 1858)
 
Agama dan Fakta Sosial
Selanjutnya akan dibahas bagaimana Durkheim mendesripsikan agama dari pandangannya tentang fakta sosial. Ia mengutamakan arti penting masyarakat – struktur, interaksi dan institusi sosial – dalam memahami pikiran dan prilaku manusia. Durkheim mengklaim, tanpa adanya masyarakat yang melahirkan dan membentuk semua itu, maka tak satupun muncul dalam kehidupan kita. Fakta sosial lebih jauh fundamental tinimbang fakta individu, bahwa fakta sosial sama nyatanya dengan fakta fisik, dan individu sering disalah pahami ketika pengaruh masyarakat yang begitu kuat terhadapnya dikesampingkan atau tidak diperhatikan dan diteliti. Bagaimanapun juga, menurut Durkheim, manusia bukan hanya individu an sich, tetapi selalu dimiliki oleh sesuatu yang lain, orang tua, sanak saudara, kota, suku, partai politik, tradisi etnis atau kelompok-kelompok lainnya. Dalam pandangannya adalah sia-sia belaka apabila kita menganggap mampu memahami apa sebenarnya individu itu, jika hanya dengan mempertimbangkan insting biologis, psikologi individu, atau kepentingan pribadi yang terisolasi. Kita harus menjelaskan individu melalui masyarakat dan menjelaskan masyarakat dalam hubungan sosial.
Durkheim menilai tentang sifat alami dari suatu komponen masyarakat, ia menjelaskan bahwa kehidupan sosial telah membentuk corak-corak yang paling mendasar dalam kebudayaan manusia. Ia menyatakan bahwa masyarakat tercipta pertama kali dari dua individu yang sepakat untuk bekerja sama, hal ini dinamakan kontrak sosial. Ada salah satu contoh kontrak social dalam masyarakat purba yakni, masyarakat purba selalu terikat dengan sumpah-sumpah sacral keagamaan yang memperlihatkan bahwa setiap kesepakatan yang terbentuk antara mereka buka hanya ikatan antara dua belah pihak, tetapi melibatkan campur tangan dewa di dalamnya, sebab yang akan merasakan akibat dari kesepakatan tersebut adalah seluruh anggota masyarakat. Lanjut Durkheim, fakta sejarah mamperlihatkan sebaliknya. Sistem kepemilikan yang pertama kali muncul bukanlah bersifat pribadi, melainkan komunal dan berlandaskan sesuatu yang sacral, bahwa masyarakat menganggap semua kepemilikan itu tidak dikuasai oleh para pendeta, atau orang secara pribadi melainkan suku secara keseluruhan. Di lain pihak bagi masyarakat modern, “solidaritas mekanik” mengalami perubahan bentuk, karena dalam masyarakat modern terdapat pembagian kerja, lain orang lain pula pekerjaanya. Menurut Durkheim, masyarakat purba juga memiliki “kesadaran kolektif” yang kuat dan luas; di dalam kesadaran ini terdapat suatu kata sepakat tentang ketentuan yang benar dan salah dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Sebaliknya, dalam masyarakat modern, yang menentukannya adalah moralitas-individualisme.mereka tetap membutuhkan sebuah landasan, basis moral bagi seluruh masyarakat, namun karena kebebasan dan perbedaan individu lebih diutamakan, maka cakupan “kesadaran kolektif” lebih kecil disbanding masyarakat purba.
Kenyataan terakhir ini sangat penting, karena Durkheim meyakini bahwa moralitas yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dan menjadi patokan bagi seluruh anggota kelompok tidak bisa dipisahkan dari agama. Kita tidak akan bisa memahami keduanya tanpa memperhatikan konteks social, sehingga setiap kali konteks tersebut berubah, maka agama dan moralitas pun akan berubah. Dalam konteks agama menurut Durkheim, agama adalah suatu system kepercayaan dengan prilaku-prilaku yang utuh dan selalu dikaitkan dengan yang sacral, yaitu sesuatu yang terpisah dan terlarang. Agama merupakan suatu yang bersifat social, kata kuncinya adalah “komunitas dan “tempat suci”. Agama hanyalah pemersatu nilai-nilai kolektif masyarakat, bagitu juga sebaliknya agama terbangun atas fakta-fakta sosial. Keduanya saling berkaitan, dan merupakan sesuatu yang utuh.

Sunday, 8 March 2015

Tindakan Sosial : Max Weber

Tindakan sosial merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok yang saling kait mengkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Terjadinya komunikasi dua arah dan saling menyebabkan suatu sebab dan akibat.

Tindakan sosial menurut max weber ada empat tindakan. Yaitu :
  • Tindakan Instrumental
Tindakan afektif ialah suatu bentuk tindakan yang ditandai dengan adanya suatu bentuk materil sebagai salah satu tolak ukur suatu tindakan yang terjadi.Contohnya : Orang yang berlomba dalam suatu event dalam hala karya cipta. Lomba robotik misalnya. Suatu tindakan yang ada bentuk materilnya.
  • Tindakan Religi
Tindakan religi ialah suatu tindakan yang yang ditandai dengan adanya suatu bentuk tindakan yang didasari dari nilai-nilai yang bersift sakral (Ketuhanan). Contohnya : Orang yang melakukan ibadah. Tindakan yang dilakukan karena seruan dari nilai ketuhanan.
  • Tindakan Tradisional
Tindakan tradisional ialah suatu bentuk tindakan yang ditandai dengan adanya suatu bentuk tindakan didasari dari suatu hal yang bersifat irasional. Dan ladzimnya sering kita jumpai pada masyarakat pedesaan. Sutu tindakan yang berdasarkan adat-istiadat dalam suatu daerah. Contohnya : Masyarakat yang melakukan syukuran pada akhir tahun panen (pertanian) dalam sebuah desa. Ditambah dengan alat sistem korelasi diantaranya dengan hal-hal yang berbau misitik.

  • Tindakan Afektif
Tindakan afektif ialah suatu bentuk tindakan yang ditandai biasanya dengan suatu bentuk perilaku individu maupun kelompok yang lebih menonjolkan pada bentuk tindakan yang secara emosional. Lebih memperlihatakan suatu hal yang abstrak dengan tindakan yang relatif pada suasana emosi. Contohnya : Sekumpulan orang yang sedang menyaksikan suatu pertandingan sepak bola misalnya. Dan team kesayangannya yang sedang bertanding mengalami kekalahan. Dan reakasi diantaranya menghasilkan suatu tindakan emosional sedih karena melihat team kesayangannnya kalah.

Monday, 2 March 2015

Teknis dalam Penelitian yang Relevan


Dalam penelitian yang relevan yang akan diteliti pada bagian bab kajian pustaka ialah :
-          Judul
-          Tujuan
-          Teori yang digunakan
-          Metodologi penelitian
-          Hasil penelitian
-          Perbedaan yang akan diteliti

Saturday, 28 February 2015

Daftar Tokoh dari Aceh | PART 2





Disini hanya mencoba memaparkan daftar yang berisi nama tokoh-tokoh yang berasal dari provinsi Aceh, baik yang dari etnis Aceh maupun etnis lain yang lahir di provinsi Aceh. Mohon maaf kalau tidak lengkap data yang dipaprkan. Karena data yang didapat juga berdasarkan dari referensi seadanya. Berikut daftar tokoh dari provinsi Aceh berdasarkan profesi, bidang, teknisi ataupun hal lainnya. Bagina ke-II.

Pahlawan Nasional :
  • Achmad Soebardjo, pejuang kemerdekaan Indonesia, menteri luar negeri
  • Cut Nyak Dhien, pejuang perang Aceh
  • Cut Nyak Meutia, pejuang perang Aceh
  • Iskandar Muda, Sultan Aceh
  • Panglima Polim, pejuang perang Aceh
  • Teuku Muhammad Hasan, pejuang kemerdekaan Indonesia, gubernur Sumatera
  • Teuku Nyak Arif, pejuang kemerdekaan Indonesia, gubernur Aceh pertama
  • Teuku Umar, pejuang perang Aceh
  • Teungku Chik di Tiro, pejuang perang Aceh

Menteri dan Kepolisian :
  • Fachrul Razi, wakil Panglima TNI
  • Iskandar Hasan, kapolda Aceh
  • M. Djali Yusuf, pangdam Iskandar Muda
  • Mochamad Jasin, wakil kepala staf TNI AD
  • Muhammad Noer Muis, staf khusus Panglima TNI, pangdam
  • Syamaun Gaharu, pangdam Iskandar Muda, salah satu pendiri Universitas Syiah Kuala
  • Safzen Noerdin, Komandan Marinir
 
 
 Pengusaha dan Profesional :
  • Anwar Sierad, pengusaha peternakan
  • Ibrahim Risjad, pengusaha nasional
  • Muhammad Arbie, konglomerat, pemilik Grup Madju
  • Muhammad Farhan, wakil direktur Persib, artis
  • M. Thahir, dirjen pengairan Departemen PU
  • Surya Paloh, pengusaha media, pemimpin Nasdem
  • Teuku Markam, konglomerat Orde Lama, menyumbang 38 kg emas monas
  • Zurbandi Daud, Presiden Direktur Kimia Farma Apotek, Direktur Umum dan SDM Kimia Farma Holding
 
 
Politisi :
  • Abdul Madjid Ibrahim, gubernur Aceh ke 12
  • Abdul Razak, gubernur Aceh ke 7
  • Abdul Wahab, gubernur Aceh ke 6
  • Abdullah Puteh, gubernur Aceh ke 18
  • Abdullah Muzakir Walad, gubernur Aceh ke 11
  • Asbi Wahidi, gubernur Aceh ke 10
  • Ayah Sofyan, juru bicara GAM wilayah Aceh Besar
  • Danu Broto, gubernur Aceh ke 4
  • Eddy Sabara, gubernur Aceh ke 13
  • Ferry Mursyidan Baldan, politisi, parlemen Indonesia
  • Hadi Thayeb, gubernur Aceh ke 14
  • Hasan Tiro, pemimpin GAM, Tokoh paling berpengaruh di Aceh
  • Irwandi Yusuf, gubernur Aceh ke 21, tokoh GAM
  • Ismail Hassan Metareum, mantan ketua umum PPP dan HMI
  • Muhammad Nasir Djamil, politisi, parlemen Indonesia
  • Muhammad Nazar, wakil gubernur Aceh, tokoh SIRA
  • Muzakkir Manaf, wakil gubernur Aceh, mantan kombatan GAM
  • Nyak Adam Kamil, gubernur Aceh ke 9
  • Raihan Iskandar, politisi, parlemen Indonesia
  • Ramli Ridwan, gubernur Aceh ke 17
  • Sanusi Juned, politisi Malaysia, cucu dari Teungku Muhammad Daud Beureueh
  • Syamsudin Mahmud, gubernur Aceh ke 16
  • Tarmizi Abdul Karim, pejabat gubernur Aceh
  • Teuku Daud Syah, gubernur Aceh ke 2
  • Teuku Muhammad Nurlif, Anggota DPR, Wakil Sekjen DPP Partai Golkar, Anggota Badan Pemeriksa Keungan
  • Teuku Sulaiman Daud, gubernur Aceh ke 5
  • Zaini Abdullah, gubernur Aceh ke 22, mantan kombatan GAM

Sastrawan, Penulis dan Budayawan :
  • Anzib Lamnyong, penulis hikayat Aceh
  • Iwan Gayo, penulis buku, jurnalis
  • Lesik Kati Ara, penyair
  • Teungku Chik Pante Kulu, penulis hikayat Prang Sabi
  • Zainal Afif, penyair yang menjadi warga negara Swedia

Senimean dan Sineas :
  • Ani Sumadi, ratu kuis
  • Bram Aceh, penyanyi, Bapak Keroncong Indonesia
  • Dani Daoed, Designer, Perupa,Pematung
  • Nayato Fio Nuala, sutradara
  • Nya' Abbas Akup, sutradara, Bapak Film Komedi Indonesia
  • Nya Ina Raseuki, ahli musik etnis

Sultan dan Sultanah :
  • Sultan Ali Mughayat Syah, pendiri Kesultanan Aceh
  • Sultan Salahuddin ibn Ali Malik az Zahir
  • Sultan Alauddin ibn Ali Malik az Zahir
  • Sultan Ali ibn Alauddin Malik az Zahir
  • Sultan Muda
  • Sultan Sri Alam
  • Sultan Zainal Abidin ibn Abdullah

Ulama :
  • Syeikh Abbas Kuta Karang, ulama, intelektual, ahli astrologi
  • Syeikh Abdullah Al-Asyi
  • Syeikh Abdur Rauf Singkil, ulama Syattariyah
  • Syeikh Daud Rumi
  • Syeikh Hamzah Fansuri, ulama Sufi, sastrawan
  • Syeikh Ismail bin Abdul Muthalib Al-Asyi, ulama Syattariyah
  • Syeikh Jalaluddin Tursany
  • Syeikh Jamaluddin
  • Syeikh Muhammad bin Ahmad Khatib
  • Syeikh Muhammad Zein
  • Syeikh Nuruddin Ar-Raniry
  • Syeikh Syamsuddin Sumatrany

Wartawan :
  • B. M. Diah

Tuesday, 24 February 2015

#KoinUntukAustralia Simbolik Ekonomi Indonesia Lemah | Seharusnya?

"Ulah "koin untuk Abbott" sebenarnya adalah simbol dari kemiskinan ekonomi kita, kalau memang negara berani kembaliin saja 10 kali lipat dari apa yang telah diberikan si Tony Abbott, bukan malah patungan dengan mengumpulkan koin"

Status diatas merupakan salah satu status kicauan sahabat saya Ali Akbar Hasibuan di facebook yang menurut saya memang benar adanya demikian. Hal ini akan lebih menarik jika dibahas secara mendalam..

Menarik menurut saya jika menggali kembali mengenai permasalahan #KoinUntukAustralia. Dan paling menariknya ialah menempatkan diri sebagai orang yang oposisi bahkan orang yang tidak sekedar ikut-ikutan. Berdiri diatas persepsi sendiri namun dengan landasaran dasar yang jelas. Bukan beararti MENERIMA dengan perlakuan steatment merendahkan dari sang perdana menteri Tony Abbott. Tetapi melainkan hanya saja menariknya menjadi bagian dari oposisi keduanya.

Dan lebih menariknya balasan dari bagian dari komentar :

"Gak repot sih, setuju bali nine tetap dihukum mati. Tapi yo aneh aja, kita dihina si Abbott terus kita tambah mempermalukan bangsa sendiri dgn dan kumpulan koin. Abbot ngasinya cash loh dan kita mau mbayarnya dgn patungan, udah patungan koin lagi, miskin banget dah negara ini.
"Di situ kadang saya merasa sedih"

Memang benar dan saya setuju dengan balasan yang lain bukan terletak pada NOMINALnya tapi pada aksi demikian yang merupakan bentuk keikutsertaan  masyarakat secara kesluruhan. Namun menurut saya akan lebih indahnya lagi jika SEANDAINYA langsung PEMERINTAH yang turun tangan dengan TEGAS. Langsung eksekusi saja tanpa menghiraukan. Dan pemerintahan langsung yang membayar dari kelipatan bantuan dari mereka (Bantuan Australia) dengan UANG NEGARA. Dan menurut saya itu lebih HIGHCLASS dimata dunia. Tanpa harus terlarut dengan bentuk gerakan TRADISIONAL (Pantung-pantungan Koin).

Dan yang perlu kita keteahui. Uang negara itu merupakan bentuk ikutserta seluruh MASYARAKAT INDONESIA. Tanpa harus RAKYAT ACEH yang susah payah untuk mengumpulkan koin segala. Karena KITA INDONESIA SATU KESATUAN dalam BINHEKA TUNGGALIKA. Dan saya yakin seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Marauke. Pastinya SANGAT SETUJU jika UANG NEGARA ini digunakan dengan TEGAS dan BENAR untuk membayar atau kata halusnya MENGEMBALIKAN BANTUAN MEREKA (Australia) dengan kelipatan dari UANG NEGARA INDONESIA. Dan itu lebih menunjukkan negara yang lebih beribawa dan lebih kharismatik dimata DUNIA. Tanpa harus dengan cara seperti ini. Dan saya percaya seluruh masyarakat INDONESIA akan merasa bangga.

Hanya sekedar pandangan!
Penikmat diskusi BUKAN debat dalam caci maki.