Resume : Stratifikasi Sosial Warga
Binaan Wanita di Rutan Pondok Bambu
Oleh : Kelompok IV
Aryawan Bancin
Amalia Pintenate
Asria Nur Fajri
Trino Ikhsan
Kata
kunci : Stratifikasi Sosial, Kekuasaan,
Prestise, Previlese, Warga Binaan Wanita,
Rutan Pondok Bambu
PENDAHULUAN
Disetiap masyarakat terdapat sesuatu yang dapat
dihargai, bisa berupa kekuasaan, ilmu pengetahuan, jabatan ataupun hal-hal
lainnya yang bernilai ekonomis. Dari sesuatu yang dihargai inilah kemudian
timbul perbedaan-perbedaan antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya dalam masyarakat.
Perbedaan tersebut lalu membentuk pelapisan sosial
(Stratifikasi Sosial) dalam masyarakat.
Pitirm A. Sokorin
(1959) menyebutkan bahwa sistem lapisan sosial merupakan ciri yang tetap dan
umum dalam setiap masyrakat yang hidup teratur.
Dalam
kehidupan masyarakat banyak dijumpai ketidaksamaan atau perbedaan dalam segaa
bidang kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendidikan politik.
Stratifikasi sosial itu juga dapat ditemukan
diriumah tahanan (rutan) sebagai institusi total, yang dalam pandangan goffman
(1961) dimengertikan sebagai sebuah institusi yang pada penghuninya narapidana
diperlakukan secara sama dan dipisahkan dari kehidupan masyrakat pada umumnya.
Tulisan
ini terdiri dari tiga bagian
1. Bagaian pertama membahas stratifikasi sosial dirutan
2. Bagian kedua membahas dasar-dasar yang membentuk
stratifikasi sosial yang terbuka
3. Bagian ketiga menjelaskan siapa yang membentuk
stratifikasi sosial itu.
Pelapisan sosial dalam sebuah
institusi total
Rutan adalah institusi yang menempatkan mereka yang
bersalah untuk ditahan dalam jangka waktu tertentu sebelum menjalani proses
masa persidangan dan dijatuhkan vonis bersalah oleh hakim. Namun, di Rutan
Pondok Bambu bukan hanya berstatus tahanan, melainkan juga berstatus narapidana.ini
karena jumlah pelaku tindakan kriminial oleh wanita lebih banyak, sementara
bangunan lembaga kemasyarakatan khususnya dijakarta belum tersedia. Kegidupan
seseorang tahanan dan narapidana berbeda dengan kehidupan seseorang pada
masyarakat umumnya. Ketika seseorang berada di dalam rutan hak-haknya dibatasi
oleh peraturan dan norma yang berlaku dirutan tersebut. Oleh karena itu, rutan
digolongkan kedalam salah satu institusi yang bersifat total. Sebagaimana
didefinisikan oleh goffman.
Pondok Bambu : Rutan Istanaku,
Rutan Penjaraku
berdasarkan data jumlah narapidana ditahan bagian
register rutan, diketahui bahwa jumlah binaan pria anak lebih sedikit, yaitu
170 orang (AB Pria 5 orang), sementara jumlah warga binaan wanita lebih banyak,
yaitu 849 orang (AB Wanita 3 orang).
Warga
Binaan Wanita
Tindakan pidana narkotika/piskotropika lebih besar,
yaitu 520 orang dibandingakn dengan warga binaan wanita dengan tindakan
kriminal umumnya (328 orang). Secara umum terdapat lima jenis kasus tindakan
pidana yang paling banyak dilakukan oleh warga binaan wanita di rutan ini.
Rutan
Pondok Bambu
Sebagaimana terjadi diberbagai lapas atau rutan di
Indonesia, Rutan Pondok Bambu pun mengalami kelebihan kapasitas penghuni. Dari
jumlah total penghuni rotan ini, sekitar 56% adalah warga binaan yang melakukan
tindakan pidana narkotika dan piskotropika. Selain itu ketidakadilan di Rutan
juga terjadi dalam pemberian pelayanan atau pemanfaatn fasilitas. Mereka yang
bisa menikmati pelayanan atau fasilitas adalah earga binaan yang memiliki uang
dan dekat dengan petugas.
Pelapisan
Sosial di Rutan Pondok Bambu
Berada
di dalam kurungan sebuah rutan tidak lantas membuat seseorang tidak bisa
menikmati kehidupan nya sebagai seorang tahanan atau narapidana.Mereka pun
tidak lantas terputus komunikasi dengan pihak keluarga,teman atau sahabat,serta
kolega bisnis dan lainnya.Setidak nya itulah yang dirasakan para tahanan atau
narapidana dari golongan yang ‘’berada’’pada situasi tertentu di rutan pondok
bambu.Hal ini tentu berbeda dengan yang di rasakan oleh para tahanan dan
narapidana dari golongan tidak mampu.menurut mereka,rutan adalah sebuah penjara
kehidupan tempat kebebasan terbelenggu,seperti
yang diungkapkan parapidana wanita: ‘’Hak
hidup atau kebebebasan kita 80% di miliki mereka ‘penjara’ dan Cuma 20% yang
milik kita pribadi,kecuali jika orang tersebut punya uang dan kuat’’ (AN,17
Desember 2010)
Kutipan
wawancara tersebut menjelaskan bahwa realita kehidupan warga binaan di rutan
pondok bambu tidaklah sama antara satu tahanan dengan tahanan lainnya atau satu
nara pidanan dengan narapidana lainnya.Ada pembedaan-pembedaan yang mereka
rasakan dalam pergaulan sesama warga binanaan ataupun dengan petugas rutan.Hal
ini dimulai dari perbedaan cara mereka berinteraksi dengan petugas dan sesama warga
binaan, cara berpakaian dan berpenampilan,gaya hidup dan kegiatan
keseharian,dan perbedaan fasilitas-fasilitas yang mereka rasakan selama di
rutan,hingga hak-hak ‘’khusus’’ bagi sebagian warga binaan tertentu yang
didapatkan dari petugas rutan selama mereka berada dalam masa hukuman.Warga
binaan yang memiliki uang lebih memilih makanan yang sesuai dengan selera makan
mereka seperti memesan KFC lewat petugas rutan, sedangkan warga binaan yang
tidak mampu memakan makanan seadanya yang memang di sediakan oleh pihak rutan
atau disebut juga makanan cadongan.begitu juga dengan perbedaan kesehatan para
warga binaan, mereka yang memiliki uang atau berasal dari golongan mampu
umumnya akan memilih mengikuti kegiatan kerajinan Mute atau kegiatan
keterampilan lainnya yang disediakan oleh rutan untuk mengisi waktu
luang,sedangkan warga binaan yang tidak memiliki uang dan berasal dari golongan
tidak mampu memilih bekerja menjadi ‘’pelayan’’ untuk warga binaan lain agar
bisa mendapat uang.
Dasar-Dasar Stratifikasi Sosial Di Rutan
Pondok Bambu
Ada
tiga aspek yang membedakan kelompok warga binaan yang satu dengan kelompok
warga binaan yang lainnya,yaitu dari jenis tindak pidana atau kasus yang di
lakukan warga binaan,posisi warga binaan di rutan,dan latar- belakang pekerjaan
wraga binaan sebelum masuk rutan.
Tindak Pidana
Jika
dilihat dari kasus atau tindak pidana yang di lakukan oleh wsrgs binaan rutan
pondok bambu,setidaknya terdapat 6 kasus tindak pidana yang secara ‘’khusus’’
membentuk terjadinya pembedaan-pembedaan antara sesama warga binaan,antara lain
seperti pada kasus tipikor atau tindak pidana korupsi (pasal 359 ) , penggelapan ( pasal 372-375 ),
narkoba ( pasal 359 ), pencurian (pasal
362-364 ), penipuan ( pasal 378-395 ),dan terakhir pembunuhan ( pasal 338-350 )
Adanya
pembedaan berdasarkan kasus atau jenis tindak pidana ini biasanya di karenakan
cara pandag warga binaan antara satu dengan yang lainnya yang menilai bahwa
kasus tindak pidana tertentu membuat seseorang lebih di pandang / di hargai di
bandigkan warga binaan lain.Hal ini biasanya di lihat dari segi kemampuan
ekonomi atau latar belakang sosial sehingga mempengaruhi kehidupan mereke
selama di rutan.Pada kasus tipikor misalnya , para warga binaan yang terkena
tindak pidana ini pada umumnya berasal dari kalangan orang mampu dan dianggap
kaya atau istilah di rutannya di sebut sebagai ‘’bos-bos berduit’’. Pada
umumnya mereka tinggal di kamar sel khusus seperti kamar RPTT, dengan
berpakaian ‘’modis’’ dan bermerek di tambah dengan riasan wajah,serta segala
aksesoris mulai dari anting,kalung,jam tangan yang menunjukkan mereka berasal
dari kalangan orang mampu. Di rutan ini pun warga binaan dengan kasus tipikor
sangat di hormati lebih dari pada kasus yang lain nya.Mereka di hormati karena
umumnya adalah orang yang berpendidikan dan punya keahlian , serta memiliki
banyak koneksi dengan pihak luar dan tidak semua warga binaan memiliki nya.
Untuk
itulah warga binaan dengan kasus tipikor ini di perlakukan berbeda,dalam artian
di berikan tanda ‘aneka keistimewaan’
yang tidak didapatkan oleh semua warga binaan lain, seperti keleluasaan
untuk keluar masuk blok sel tanpa harus di-bon ,serta membawa telp genggam yang
warga binaan lain nya tidak di perkenankan untuk memakainya.Perlakuan spesial
ini juga di karenakan mereka sangat ‘’royal’’ dalam memberikan banyak sumbangan
uang untuk membantu pendanaan kegiatan rutan untuk seluruh warga binaan
rutan.Oleh karena itu mereka sangat di hargai oleh sesama warga rutan maupun
petugas.Selain kasus tipikor, terdapat pula kasus lain yang umumnya cukup di
hargai dan juga mendapat perlakuan “istimewa’’ dari petugas maupun warga binaan
lain , seperti kasus penggelapan dan narkoba, khususnya mereka yang menjadi
pengedar sekaligus bandar narkoba.Hal ini yang membedakan antara warga binaan
kasus tipikor dengan kasus penggelapan atau pengedar narkoba hanyalah di lihat
dari segi keahlian mereka,yang tidak semuanya memiliki keahlian khusus seperti
para pelaku kasus tipikor.Dari segi pemilihan kamar sel pun tidak semua warga
binaan dengan kasus penggelapan dan narkoba memilih tinggal di kamar RPTT
karena biaya yang cukup mahal.
Selanjutnya
adalah tiga kasus terakhir yang membedakan satu kelompok warga binaan yang lain
nya yaitu kasus tindak pidana pencurian, penipuan, dan pembunuhan, yang umumnya
berlatar belakang ekonomi golongan bawah.Untuk hidup lebih baik di rutan ,
biasanya warga binaan kasus pencurian dan penipuan harus berkerja menjadi
‘’pelayan’’ atau korfenapi istilah dalam rutan nya,bagi warga binaan lain yang
kaya.Hal ini mereka lakukan agar bisa mendapatkan uang untuk biaya kamar dan
keperluan sehari-hari lain nya selama di rutan. Dilihat dari segi penampilan
warga binaan , pencurian, dan pembunuhan sangat berbeda dengan kasus tindak
pidana tipikor ,penggelapan, dan narkoba.Warga binaan dengan kasus
pencurian,penipuan,dan pembunuhan umunya tidak menggunakan riasan wajah juga
tidak mendapatkan perlakuan spesial dari petugas seperti memiliki akses keluar
masuk blok dan tidak di perkenan kan memiliki telepon genggam. Selain itu
dibandigkan dengan warga binaan kasus tipikor yang di hormati,warga binaan
kasus pencurian,penipuan, dan pembunuhan di pandang rendah oleh warga binaan
lain nya.
Posisi
Warga Binaan Dalam Rutan
Di
samping jenis tindak pidana atau kasus dari warga binaan, terdapat aspek lain
yang juga mempengaruhi adanya pembedaan antara sat kelompok warga binaan dengan
warga binaan lainnya yaitu posisi atau kedudukan mereka di dalam rutan.Adanya
pembedaan berdasarkan posisi atau kedudukan warga binaan ini terkait dengan
istilah atau panggilan khusus bagi warga binaan tertentu.Terdapat tujuh istilah
nama atau panggilan khusus untuk warga binaan rutan pondok bambu yang
menggambarkan posisi atau kedudukan mereka dalam struktur rutan, yaitu istilah
pemuka, tamping, korve blok, palkam, brengos, korfenapi, dan warga binaan
biasa.
Pemuka
adalah seorang warga binaan berstatus nara pidana yang secara suka rela
membantu petugas rutan dalam melakukan pembinaan terhadap seluruh warga binaan
lainnya.Untuk menjadi seorang pemuka, warga binaan harus memenuhi kriteria
khusus seperti memiliki keahlian tertentu,berpendidikan serta berkelakuan baik
agar menjadi panutan atau contoh bagi warga binaan lain.Yang paling menetukan
seorang warga binaan bisa menjadi seorang pemuka adalah kemampuan
finansial yang kuat serta memiliki
koneksi dengan pihak luar.Hal ini karena pemuka selain bertugas membina warga
binaan,juga membantu petugas dalam pendanaan untuk penyelenggaraan kegiatan
pembinaan oleh karena itu, di butuhkan modal yang besar setidaknya menurut
ukuran warga binaan yang lain agar seseorang bisa menjadi pemuka rutan.
Tamping,
kependekan dari tahanan pendamping yaitu warga binaan, khususnya bagi mereka
yang sudah berstatus narapidana, yang di perkerjakan atau di perbantukan oleh
petugas rutan pada bagian unit kerja tertentu.Terdapat beberapa syarat untuk
menjadi seorang tampling, seperti tertulis dalam SK ( surat keputusan )
pemilihan tampling, yaitu pertama sudah mendapat putusan masa hukuman dan
berstatus narapidana. Kedua berkelakuan baik selama di rutan dan memiliki
keahlian tertentu khususnya di bidang komputer bagi tampling yang di
perkerjakan di unit kerja administrasi keamanan (KAM) pelayanan tahanan ,
register, dan binker perpustakaan dan pelaporan serta keahlian lain nya untuk
di bagian tertentu. Ketiga harus berpendidikan SMA , dan terakhir memiliki masa
tahanan kurang dari 2 (dua) tahun namun demikian persyaratan itu tidaklah
mutlak.
Korve
blok, hampir sama dengan tampling , korve blok adalah warga binaan yang juga di
perkerjakan oleh petugas rutan, namun ruang lingkup pekerjaan nya lebih
terbatas, yaitu hanya membantu tugas keamanan di bagian blok tahanan atau di
sebut juga petugas paste blok. Untuk pemilihan korve blok pihak rutan tidak
memiliki kriteria khusus. Korve blok tidak di tuntut untuk memiliki keahlian
atau pendidikan yang tinggi. Mereka biasanya di pilih berdasarkan dengan
petugas paste atau orang yang sangat di percaya oleh petugas paste.Tugas utama
oleh seorang korve blok adalah memegang kunci blok sel kamar para warga binaan
, baik penguncian maupun pembukaan sel kamar warga binaan, serta siap sedia
menjaga kawasan blok, seperti membantu memanggil warga binaan yang mendapat
kunjungan dan pemanggilan sidang. Dengan menjadi korve blok, seseorang memiliki
keleluasaan untuk keluar masuk blok sel atas seizin petugas paste blok.
Palkam adalah istilah untuk warga binaan
yang memiliki posisi sebagai ketua kamar, yang tugasnya membuat peraturan yang
harus di taati oleh seluruh penghuni kamar sel tanpa kecuali. Untuk menjadi palkam, seorang warga binaan harus
memiliki kriteria khusus, seperti bisa memimpin dan mengatur narapidana lain
biasanya warga binaan yang sudah lama menjalani masa tahanan dan mengetahui
kondisi kehidupan di rutan akan lebih mudah menjadi palkam.Palkam juga mesti
memiliki rasa tanggung jawab , punya keahlian dalam bernegosiasi serta binaan
lain dan biasanya orang yang di tuakan dalam kelompoknya juga cukup kaya di
bandingkan warga binaan biasa lain nya.Setiap sel kamar memiliki palkam yang di
pilih berdasarkan kriteria atau kehendak dari penghuni satu kamarnya seorang
palkam akan berpengaruh terhadap kelompoknya saja.
Korve
napi adalah sebuah bagi warga binaan yang berkerja untuk melayani sesama warga
binaan lain di dalam blok sel kamar. Biasanya korve napi berasal dari kalangan
tidak mampu dan saat di rutan pun dia berada di posisi kelompok yang lemah
karena tidak memiliki uang untuk biaya hidup selama di rutan.Selain itu,mereka
pun umumnya tidak pernah di kunjungi oleh sanak saudara sehingga untuk
keperluan dan biaya hidup selama di rutan, mereka harus berkerja melayani
sesama nara pidana yang membutuhkan jasa mereka dengan imbalan uang.Arti dari
melayani itu adalah menyiapkan makanan,pakaian,dan keperluan lainnya yang di
butuhkan ‘’bos’’ nya.Korve napi memiliki kedudukan yang rendah di karenakan
tidak memiliki uang dan menjadi pelayan,mereka juga umumnya tidak berpendidikan
serta tidak memiliki keahlian khusus agar bisa hidup lebih baik di rutan.
Brengos adalah istilah bagi warga binaan
yang sering berkelahi,sok jagoan atau menjadi preman di dalam sel
tahanan.biasanya yang menjadi brengos
adalah mereka yang terlibat kasus pembunuhan atau penganiayaan.Mereka umunya di
hukum dengan masa tahanan yang cukup lama,sehingga merasa sangat berkuasa dan
sering mencari ribut atau mengganggu warga binaan yang baru masuk.Berbeda
dengan posisi atau kedudukan warga binaan lain yang menjadi pemuka, tampling
atau palkam seorang brengos umumnya
tidak memiliki kriteria apapun, seperti pendidikan atau keahlian.Untuk mendapatkan
uang di rutan, ia cukup mengandalkan kekuatan dan keberanian nya dalam memeras
warga binaan lain atau warga binaan lain yang baru masuk,dengan dalih uang
keamanan.
Terakhir
adalah posisi sebagai warga binaan biasa.Warga binaan biasa adalah para tahanan
atau nara pidana yang berasal dari
kalangan yang cukup berada,tidak kaya dan tidak pula miskin atau berada di
tengah-tengah golongan warga binaan lain nya.Walaupun ada juga sebagian dari
warga binaan biasa ini yang berasal dari orang yang berkecukupan, namun ia
telah memilih untuk hidup biasa dengan menjadi warga biasa dengan menjadi warga
binaan pada umumnya tanpa harus menduduki posisi istimewa di dalam rutan.Untuk
biaya hidup sehari di ruan warga binaan biasa ini mengandalkan jasa kiriman uang
dari keluarga atau kerabat.Warga binaan ini cukup di hormati dan tidak di
pandang rendah.
Jika di lihat dari perolehan posisi
warga binaan di rutan pondok bambu terasebut,maka bisa di katakan bahwa status
sosial yang mereka dapatkan itu terkait dengan kerja keras yang mereka lakukan
atau dalam istilah sosiologi di sebut achived
status.Dengan achived status
seorang warga binaan bisa di beri kepercayaan dan di hormati oleh warga binaan
lain bahkan petugas,sebagai tamping,palkam,dan korve blok.Namun dalam perkembangan
nya status sosial warga binaan di dalam lingkungan rutan dapat berkembang
menjadi assigned status,status yang
di berikan karena usaha dan kepercayaan warga rutan (warga binaan dan petugas).
Latar
Belakang Pekerjaan Warga Binaan
Aspek terakhir yang membuat adanya perbedaan antara kelompok
warga binaan adalah latar-belakang pekerjaan warga binaan sebelum masuk rutan. Ada delapan jenis pekerjaan asal
warga binaan. Yaitu mantan direktur/pengusaha, mantan dokter, karyawan
kantor,artis pendidik,mantan pekerja buruh, PRT dan pengangguran. Delapan
pekerjaan ini dibagi menjadi tiga lapisan yaitu :
·
- Lapisan pertama yang paling dihargai adalah warga binaan mantan direktur/pengusaha
- Lapisan kedua yang cukup dihargai adalah warga binaan yang mantan dokter, karyawan kantor,artis dan pendidik
- Lapisan ketiga yang kurang dihargai ialah mantan pekerja buruh, PRT dan pengangguran.
Aktor
Yang Membentuk Stratifikasi Sosial
Ada dua aktor yang membentuk adanya
pelapisan sosial dirutan, yaitu warga binaan itu sendiri dan petugas, sebagai
pihak yang berkuasa dan berwenang dalam menegakkan peraturan dirutan. Antara
petugas dengan warga binaan terbentuk dua pola hubungan sosial, yaitu :
·
Pola hubungan
subordinat , terbentuk jika petugas rutan berinteraksi dengan warga binaan yang
berada pada pelapisan atas. Petugas rutan akan memosisikan dirinya berada
dibawah posisi warga binaan tersebut karena warga binaan biasanya banyak
memberikan bantuan dana atau pemberian “uang intensif” bagi kepentingan rutan,
biasanya hal ini terjadi pada warga binaan pelapisan atas.
·
Pola hubungan Superordinat,
terbentuk antara petugas dengan warga binaan yang berada dilapisan bawah.
Artinya petugaslah yang berada diatas.
Stratifikasi
Sosial Di Rutan Pondok Bambu
Adanya kedudukan-kedudukan warga binaan
dalam lapisan soial atas, menengah dan bawah dalam istilah sosiologi disebut
stratifikasi sosial. Di Rutan Pondok Bambu, hal ini muncul karena adnya sesuatu
yang dihargai dan bernilai, sehingga menimbulkan pembedaan-pembedaan dalam
kehidupan warga binaannya. Pembedaan inilah yang dalam situasi tertentu
membentuk suatu jenjang secara bertingkat, yang dalam sosiologi dinamakan
lapisan atau strata. Dalam strata tersebutlah warga binaan wanita di Ruta
Pondok Bambu ini dimasukkan. Jadi, stratifikasi yang ada di Rutan tidak hanya
terbentuk diantara petugas rutan dengan warga binaanya, seperti yang terjadi
didalam rutan sebagai institusi total, melainkan juga terbentukk diantara
sesama warga binaannya.
Dimensi-Dimensi
Stratifikasi Sosial
Jika dilihat dari dimensi-dimensi
stratifikasi sosial seperti yang dikemukakan weber, yaitu kekuasaan prestise
dan privelese. Namun ada dimensi satu lainnya yang ditemukan yaitu keahlian.
Maka dimensi yang terdapat pada studi kasus dimensi-dimensi stratifikasi pondok
rutan bambu ada empat, yaitu kekuasaan, prestise, privilise dan keahlian.
1. Kekuasaan
Dalam pembahasan mengenai dimensi-dimensi
stratifikasi sosial yang terjadi di Rutan Pondok Bambu dalam ranah kekuasaan yakni
ada dua motif data studi kasus dapat yang dihasilkan penulis. Yaitu dari segi
dimensi kekuasaan yang Formal dan Non Formal.
·
Kekuasaan Formal
Membahas pada dimensi kekuasaan yang formal, dimensi
sosial ini memiliki fungsi sosial yang berbeda. Dimensi sosial ini dibentuk
dengan sengaja dan keberadaannya disahkan secara resmi oleh pihak rutan melalui
perundang-undangan. Kekuasaan formal yang terjadi, biasanya adalah mereka ada
yang pemuka, tamping dan korve blok mereka (pemuka) yang memiliki keahlian
tertentu. Seperti bisa menggunakan komputer dan membuat laporan. Selain itu,
kebanyakan dari mereka adalah orang yang berpendidikan dan mau bekerja membantu
petugas serta berasal dari warga binaan gololongan kelas ekonomi atas. Dalam
hal pembagian kekuasaan, seorang pemuka memiliki kewenangan untuk membantu
petugas dalam pembinaan keseluruhan warga binaan. Kemudian dibawah pemuka untuk
tamping, mereka memiliki kewenangan untuk membantu petugas dalam pembinaan
warga binaan pada satu bagian kerja tertentu. Sedangkan untuk kurve blok
memiliki kewenangan yang wilayah kerjanya berada di dalam sel tahanan
masing-masing.
·
Kekuasaan
Non-Formal
Pada pembahasan kekuasaan yang terdapat di
non-formal, kekuasaan non-formal yang terbentuk hanya terjadi maupun berlaku
dikamar sel masing-masing dan tidak terjadi secara resmi dilegalkan oleh
petugas. Setiap kamar sel memiliki ketua kamar (palkam) yang tugasnya membuat
peraturan kamar untuk para penghuninya. Kekuasaan non-formal terjadi, biasanya
adalahg mereka ada yang palkam, brengos,
warga binaan biasa dan kurve napi. Palkam adalah pemegang kekuasaan
terbesar jika berada di dalam sel kamar masing-masing. Terbentuk berdasarkan
kesepakatan warga binaan satu sel untuk “mau diatur dan mau dipimpin”. Untuk selanjutnya
akan kita temui brengos atau preman kamar. Brengos dimana ialah warga binaan
yang jika dilihat dari kedudukannya didalam lapisan sosial dirutan berada
dilapisan bawah setelah palkam. Hal ini
karena sifatnya yang kasar sok jagoan dan suka mencari ribut dengan warga
binaan lainnya. Dalam hal ini dapat disimpulkan masing-masing dimensi kekuasaan
memiliki fungsinya sosialnya sendiri yang bisa mempengaruhi warga binaan
lainnya. Namun, warga binaan yang memiliki kekuasaan terbesarlah yang menempati
lapisan atas dalam stratifikasi sosial di rutan.
2. Prestise
Dalam dimensi stratifikasi sosial prestise yang
dapat diartikan sebagai kehormatan sosial yang diterima seseorang dalam suatu
struktur tertentu. Biasanya mereka
sebelumnya mempunyai status terhormat diluar rutan. Seperti narapidana atau
tahanan mantan direktur sebuah perusaan, dokter, pendidik, artis terkenal atau
publik figure.
3. Privilese
Dimensi kekuasaan selanjutnya ialah privilese yang
berkaitan dengan kesempatan dalam bidang ekonomi, dalam bentuk kemampuan warga
binaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dirutan. Dalam dimensi privilese ini
ada yang atas menegah dan bawah. Dimana privilese yang berada diatas biasanya dimiliki
oleh kelompok warga binaan yang memiliki uang banyak dan mampu memenuhi
kebutuhannya tanpa menggantungkan diri pada fasilitas yang diberikan negara dan
mampu membantu narapidana lainnya. Kemudian warga binaan yang masuk kedalam
katagori privilese menengah pun memiliki kemampuan untuk memnuhi hidupnya tanpa
tergantung pada pemberian narapidan lain atau fasilitas yang diberikan oleh
rutan. Bedanya hanya terletak pada pemenuhan kebutuhan sendiri tanpa membantu
narapidana lainnya. Sedangkan untuk privilese yang bawah ialah narapidana yang
menggantung dirinya akan pada fasilitas yang sudah diberikan oleh negara hampir
seratus persen dan tidak pernah dikunjungi oleh pihak keluarganya.
4. Keahlian
Dimesi terkahir pada keahlian ialah stratifikasi
sosial yang bisa menjadikan seseorang warga binaan naik akan kedudukannya atau
mengalami mobilitas sosial didalam keahlian tertentu. Seperti menjahit,
memasak, merias di salon serta mengajar mengaji Al-Qur’an dan sebagainya. Warga
binaan yang memiliki keahlian tersebut biasanya akan diminta untuk membantu
yang sesuai dengan keahlian yang dimiliki oleh mereka sendiri. Seperti dibagian
koeprasi kantin-kantin biasanya petugas akan memperkerjakan warga binaan yang
panda memasak untuk menjadi tamping.
PENUTUP
Pelaspisan sosial yang
terjadi pada warga binaan di Rutan Pondok Bambu
Lapisan : Atas Tengah
Bawah
Kekuasaan :
·
Pemuka
·
Tamping dan
kurve blok
·
Warga binaan
biasa
·
Palkam
·
Brengos
·
Warga binaan
biasa dan korve napi
Prestise : Mantan direktur, dokter dan pendidik
karyawan kantor dan artis/publik figure
pengangguran
Privilese :
·
Tipikor dan
pengedar narkoba
·
Penggelapan
·
Pembunuhan,
pencurian penipuan
·
Mantan direkutr/
pengusaha
·
Artis dokter dan
karyawan kantoran
·
buruh,
pengangguran
keahlian : Mantan
direktur dokter pendidik, karyawan kantor artis dan buruh, PRT dan
pengangguran.
No comments:
Post a Comment