Latest Post

Thursday, 18 September 2014

Dualisme dan Egoisme

Dualisme merupakan paham bahwa dalam kehidupan ini ada dua prinsip yang saling bertentangan atau tidak sejalan. Fenomena inilah yang terjadi sekarang melanda sistem pemerintahan Aceh dewasa ini. Disfungsi politik!. Mungkin itulah kalimat yang paling tepat untuk kondisi dan situasi pemerintahan Aceh sekarang ini. Dimana begitu terlihat jelas dari kondisi prihal tidak berfungsi secara normal atau terganggu fungsinya ketika sang penguasa yang tidak harmonis lagi menjalankan pemerintahan yang semestinya. Kebutuhan, kepentingan atau sekedar perhatian????. Perselisihan yang tidak ada habis-habisnya. Jika kita tilik lebih dalam lagi, ujung-ujungnya akan mencari siapa benar dan siapa salah. Suatu sistem perpolitikan yang tabu dinegeri ini sering terjadi.

Memang hal yang sangat wajar ketika dualisme terjadi dipangkuan sang pemimpin negeri ini. Karena sifat manusia yang memang tidak akan pernah ada yang sama. Akan selalu ada saja perbedaan-perbedaan terdapat didalamnya. Apalagi menyangkut hal ideologi politik (plotical ideology) yang akan selalu memunculkan kelompok-kelompok yang pro dan kontra. Timbulnya kelompok-kelompok dikarenakan dua sifat manusia yang bertentangan satu sama lain; disatu pihak dia ingin bekerja sama, di pihak lain dia cenderung untuk bersaing dengan sesamanya. Begitulah politik.

Tapi sadarkah sang pemimpin pemegang tahta mahkota ini dengan amanahnya???. Apakah kami harus melihat diantara mereka yang berselisih sebagai bagian dari program pemerintahan yang diagendakan???. Sampai kapankah ini akan terus berlanjut???. Disaat masyarakat sudah mulai resah dengan isu BBM (Bahan Bakar Minyak) yang akan mengalami kenaikan harga. Belum lagi MEA 2015 (Masyarakat Ekonomi Asean 2015) tinggal menunggu beberapa bulan lagi. Namun dari sang penguasa menyuguhkan tontonan-tontonan yang tidak diharapkan. Apa masih pantas seorang pemimpin intelektualitas negeri ini berdebat, egoisme, tidak peduli???. Ketika kesadaran, kepentingan pribadikah, kelompok kah, menjadi pemicu akan terlupanya bahwa mereka terpilih dari keinginan rakyat. Sudah sepantasnya, ego masing-masing ditinggalkan. Ingat! Ini ini untuk kepentingan rakyat dan keinginan rakyat sepantasnya setiap elemen yang ada dapat mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial yang bertentangan satu sama lain, suapaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.

Pentingkah konflik?

Apa pokok pikiran yang terkandung dalam konflik? Mungkin akan terasa aneh bagi non akademis menanggapi prihal konflik. Konflik apapun dan sekecil apa pun pasti ingin sekali terhindar dari permasalah-permasalah yang ada. Karena konflik dianggap merupakan salah satu biang keladi dari perpecahan yang akan menyebabkan segregasi diantaranya. Namun tidak demikian dari pandangan seorang akademis. Konflik itu penting. Namun bukan untuk dicari maupun dikonsumsi.

(Gambaran Dahrendorf, 1976: 162) mengasumsikan teori konflik diantaranya: (1) setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan; perubahan ada dimana-mana; (2) disensus dan konflik terdapat dimana-mana; (3) setiap unsur masyarakat memeberikan sumbangan pada disintegrasi dan perubahan masyarakat; dan (4) setiap masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa orang anggota terhadap anggota lain.

Sederhananya, konflik akan terus ada sejalan dengan perubahan-perubahan yang ada. Karena sifatnya yang dinamis tergantung pada kebutuhan-kebutuhan yang menuntut bersifat memaksa. Namun titik pentingnya terletak pada mediasi menegahi yang akan menciptakan resolusi baru sebagai bahan baru yang akan digunakan dalam menyikapi perselisihan yang ada. Singkatnya, konflik itu penting. Namun, sejauh mana konflik itu mempengaruhi sosial politik yang ada tanpa harus menimbulkan anarkisme dimana-mana. Karena perubahan itu memang tidak bisa dihindarkan dan tidak menutup kemungkinan konflik akan tercecer dimana-mana. “Tidak ada sesuatu yang tetap atau permanen, kecuali perubahan itu sendiri” (Heraclitus). Seharusnya sikap kita sudah jelas yang seharusnya bukan mempersalahkan atau memperkeruh kembali masalah tersebut. Namun memikirkan jalan terbaik mengkaji ulang permasalahan pemerintahan Aceh saat ini dan mencari solusi memaparkan opsi yang kemudian akan diekseskusi untuk mencari resolusi terbaik.

Perilaku Kolektif dan Gerakan Sosial

 
Perilakun kolektif merupakan perilaku yang (1) dilakukan bersama-sama oleh sejumlah banyak orang, (2) tidak bersifat rutin, dan (3) merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu. Inilah Kondisi yang terjadi saat ini sungguh memprihatinkan ketika tuntutan demi tuntutan terus menerus gencar karena penuntutan hak yang tidak terpenuhi atau sebaliknya kegagalan selama pemerintahan yang tidak berjalan sesuai dengan janji-janji sebelumnya. Kita telah melihat bahwa pada umumnya kecendrungan masyarakat berperilaku dengan pedoman pada institusi yang ada dalam masyarakat. Namun yang sangat disayangkan ialah, ketika penyampaian hak tuntutan demi tuntutan selalu berakhir dengan langkah demonstrasi. Apakah demonstrasi begitu eksisnya dinegeri ini??? Apakah setiap permasalahan harus dilewati dengan jalur domonstrasi??? Apakah tidak ada pilihan lain selain demo dan demo???... gejala yang sangat penting dalam kehidupan kelompok manusia.

Masyarakat Aceh bukanlah masyarakat biasa. Terlihat jelas dari kemajuan diplomatiknya dalam kancah dunia perpolitikan yang ada. Namun, yang sangat disayangkan kembali ketika kepekaan suatu indvidu ataupun kelompok yang kolektif dengan gerakan sosial dilakukan dengan menempuh konsep demonstran. Alangkah indahnya dan baiknya jika suatu permasalahan yang ada dibicarakan terlebih dahulu secara face to face (tatap muka), rapat besar-besaran yang melibatkan setiap elemen masyarakat yang ada secara transparan dan terbuka, berunding atau sejenisnya. dengan mewakilkan setiap orang untuk bisa mengeksekusi permasalahan secara relevan dan dituntaskan dengan kepala dingin ketimbang harus mengambil jalur emosional besar kemungkinan yang dapat mengundang sifat anarkisme. Namun, apapun dan bagaimanapun itu semua akan kembali pada diri masing-masing dengan sikap institusi masing-masing. Ideologi, kepentingan kelompok penyakit yang sulit untuk bisa dihilangkan.

No comments:

Post a Comment